Angel

1061585_1382509982010759_490132664_n

Author : Misty Sky

Lenght : One Shoot

Genre : Angst

Cast : Kim Jong Woon (SJ), Han Na Yui (OC), Kim Yong Woon (SJ)

Ost : Super Junior – Angel

Ini adalah ff drablee yang saya jadikan One Shoot atas permintaan reader sekalian.

Happy Reading…..

Aku melangkah pelan menuju rumah di bawah naungan langin senja yang berhias oranye cerah. Tubuhnya terasa lemas setelah seharian berkutat dengan semua tugas kuliah yang terasa penat, hingga memeras otak untuk berpikir, setiap jam pelajaran itu sudah cukup membuat kepalaku sakit.

Seketika tubuhku membeku tatkala pupil mata ini mendapati jalan yang aku lalui sudah tidak sama seperti pagi tadi. Aku yakin sekali di perempatan ini ada yang berubah. Tapi apa? Mengedarkan pandangan mencari sesuatu yang menurutku tidak seperti biasanya.Jantungku berdetak di atas normal, ketika mataku menatap toko di sebrang sana. Masih ingat dengan jelas bahwa tadi pagi bisa aku pastikan toko itu belum ada. Lebih tepatnya belum buka.

Sesuatu yang bergerak di dalam ruangan itu mampu membuatku berdiri kaku. Mata ini seakan tidak butuh untuk berkedip lagi. Sungguh demi apapun wanita itu begitu cantik seolah ia adalah bidadari yang diturunkan oleh surga untuk menjelma menjadi manusia biasa sepertiku.

Aku hanya berdiam diri memandang dari seberang jalan toko tempatnya melukis. Ini pertama kali dalam hidupku melihat wanita secantik itu jelas didepan mata. Semuanya seolah ikut berhenti dan menghilang. Hingga hanya menyisakan aku dan dirinya.

“Agasshi, wajahmu seperti bidadari yang turun dari surga, aku akan memanggilmu Cheonsa,” aku berkata pada diriku sendiri. Dan berjanji akan memanggilkan Cheonsa.

—– Angel —–

Tepat satu minggu sudah aku selalu berdiri di persimpangan jalan yang menjadi saksi bisu tentang semua hal yang kulakukan. Tidak pernah perduli ketika semua orang di sekitar menatap nanar akan diriku. Masa bodoh ketika mereka seakan mencemooh semua sikapku yang menurut mereka aneh.

Tapi ini tidak jadi masalah, bahkan aku rela berdiri disini seharian asalkan bisa melihat wajah malaikat yang selalu kurindukan. Bahkan di dalam mimpi sekalipun ia selalu datang. Namun aku tidak pernah mengerti ketika rasa rindu ini tidak kunjung surut. Dengan egoisnya rasa rindu ini datang. Bahkan aku sendiri tidak mampu untuk menyuruhnya berlalu pergi meski hanya sekejab.

Ketika tetesan hujan dengan derasnya membasahi tubuh. Semua tetesannya membuat semua kulit di tubuhku menjadi basah. Bahkan kain yang aku kenakan untuk membalut tubuh telah basah dengan sempurna.

Hingga menyisakan tetesan kecil yang mengalir. Kain yang membalut tubuhku masih basah ketika hujan telah reda. Itu semua tidak menyurutkanku untuk pergi dan berlalu meninggalkan malaikat yang sesekali menatap nanar ke arah sini.

Ada perasaan bahagia luar biasa saat ia menatap ke arah tempatku berdiri. Rasanya seperti banyak peri kecil yang terbang di sekeliling tubuh kusutku.

Walaupun tidak yakin ia melihat keberadaanku yang bodoh ini. Namun bagiku ketika ia memutar kepalanya dan berhenti sejenak menatap lurus pada tubuhku. Itu sudah terasa sangat luar biasa. Setidaknya aku bisa melihat wajahnya dengan lebih jelas.

Matahari telah kembali bersinar setelah awan hitam yang bergerombol tadi menangis dan menumpahkan semua beban yang dipikulnya. Bahkan saat ini pakaian yang kukenakan telah kering dengan sendirinya ketika paparan sinar mentari menerobos masuk kesetiap serat kain.

Hari ini terasa jauh lebih indah dari biasanya, aku berdiri di sini melawan panas dan hujan. Dua hal yang membuatku semakin menyukai wanita berwajah malaikat yang mampu membuat hidupku jauh lebih indah.

Senja telah berpulang, udara malam mulai menyapa. Maka saketika itu pula beranjak pergi dari tempat yang aku pijak kini. Tersenyum manis ketika melihat ia menutup tokonya. Sekalipun ia tidak melihatku bagiku tidak mengapa. Karena aku selalu ada di sini untuk melihatnya.

“Cheonsa, semoga tidurmu lelap dan mimpi indah!” hanya kata itu yang selalu aku lapaskan, sejenak sebelum aku berlalu pergi untuk kembali kerumah tempatku memimpikan wajah malaikat tak bersayap itu.

—– Angel —–

“Jong Won, aku perhatikan kenapa kau selalu pulang malam, eoh?” Terdengar jelas suara yang memekikan telinga itu kembali terulang.

“Hyung, mianhae aku ada urusan, kau tidak usah mengkhawatirkanku, tenang saja aku tidak akan berbuat hal yang tidak seharusnya aku lakukan bersama teman-temanku.”

Aku dapat memahami semburat kecemasan yang melandanya. Ia adalah Hyung sekaligus orang tua bagiku. Karena di dunia ini yang aku miliki hanyalah dirinya saja.

Kedua orang tuaku telah meninggal ketika usiaku masih 13 tahun. Sejak saat ini Young Woon Hyung menjadi satu-satunya keluarga yang aku miliki di dunia ini.

“Arraseo, aku percaya padamu. Jadi aku harap kau bisa menjaga dirimu dengan baik. Mianhae, karena aku sedikit sibuk bekerja. Tolong jangan pernah merasa terabaikan!”

Aku bisa merasakan tangan kiri Young Woon Hyung menepuk bahuku pelan. Tergambar jelas penyesalan bercampur kesedihan di raut wajah tampannya.

“Hyung, aku sudah dewasa aku pulang malam akhir-akhir ini bukan berarti aku marah ataupun tidak betah berada dirumah,” aku berusaha menepis semua keraguan yang mendera perasaannya.

“Baiklah, aku percaya padamu, sebaiknya kau cepat bersihkan badanmu! Ini sudah malam kita makan malam bersama,” ia berlalu pergi setelah memperlihatkan senyuman pertanda rasa khawatirnya telah sirna.

—– Angel —–

Semua hari yang aku lalui selalu seperti ini. Menghabiskan waktu berjam-jam di seberang toko; dengan wajah menatap lurus berusaha untuk menangkap semua pergerakan yang ia lakukan. Bahkan rasa tidak rela datang ketika tubuhnya beranjak masuk ke dalam ruangan yang terdapat penyekat sebagai pembatas.

“Sedang apa dia? Kenapa lama sekali?” aku sedikit menghentakan kakiku kasar, sudah 10 menit ia masuk kedalam ruangan yang tersebut. Aku tidak dapat melihat apa yang sedang dilakukannya.

Seketika mataku membulat sempurna. Tatkala mendapati dirinya keluar dari ruangan itu dengan tubuh sedikit terhuyung. Rasanya aku ingin berlari dan memapahnya agar ia tidak terjatuh.

Namun apa daya aku hanya bisa mengepalkan tanganku, saat seorang pria masuk dan membantunya berdiri.

Dapat kurasakan semua peredaran darahku mendidih melihat pemandangan yang begitu memilukan itu. Terlalu banyak pertanyaan yang memenuhi kepala hingga terasa sakit.

“Siapa dia? Apa yang dia lakukan di sana? Apa dia kekasihnya?” Semua pertanyaan itu dengan sendirinya berkutat memenuhi isi kepala.

Demi apapun ini sakit! Meski aku hanya seorang pengagum rahasia yang dengan bodohnya tidak pernah sekalipun berusaha untuk menyapa. Atau sekedar berbasa-basi agar dapat berkenalan. Melihat tubuhnya dalam dekapan seorang pria itu sudah cukup untuk memporak-porandakan perasaanku.

Aku terhenyak ketika pria itu menutup toko lukisan yang biasanya hanya akan tutup ketika senja menjelang. Semua akal sehatku seolah sirna, hatiku bergetar. Aku takut sesuatu yang tidak kuinginkan terjadi di antara mereka.

Dua jam sudah aku masih ditempatku berdiri, dengan perasaan yang semakin kacau ketika tidak sedikitpun mendapati pertanda bahwa pria itu akan keluar dari rumah toko yang aku yakini adalah milik agashi cheonsa.

Semua lamunanku terhenti tatkala mobil Audy berwarna silver mengeluarkan suara yang memekikan telinga hingga membuatku terperanjat dari alam angan semu.

“Jong Woon, apa yang sedang kau lakukan disitu? Kenapa kau tidak pulang, eoh?” Sebuah suara yang sangat tidak asing ditelingaku berteriak dari balik kaca mobil yang telah terbuka.

“Aku tadi sedang menunggu kawan, namun sepertinya dia tidak datang,” aku menjawab semua pertanyaannya dengan kebohongan.

“Sebaiknya kau pulang saja, ini sudah hampir malam, cepat masuk! Kita pulang bersama.”

Aku beranjak pelan membuka pintu mobil mewah milik Hyung. Namun manik mataku masih setia melihat kearah tempat Cheonsa itu berada.

“Mianhae, Hyung aku berbohong padamu,” hanya kata itu yang bisa aku ucapkan dalam hati. Aku rasa belum saatnya untuk menceritakan semua kegilaan yang aku lakukan.

—– Angel —–

Aku meremas kasar ujung kaos yang ku kenakan, hatiku begitu gusar. Sudah lima hari tidak melihat agashi Cheonsa. Bahkan tokonya tidak buka sama sekali, aku masih setia berdiri di tempat biasa memandangnya. Hatiku resah, terlalu banyak pertanyaan yang yang tidak dapat kutemukan jawabannya.

Tepat 88 hari sudah aku berdisi di persimpangan jalan yang menjadi saksi ketika manik mataku yang selalu memandang lurus kearah toko lukisan di sebrang sana. Hingga saat ini tidak pernah sekalipun aku berani untuk menyapa serta bertanya siapa namanya.

Aku berharap hari ini bisa melihatnya. Mungkin dewi fortuna sedang berpihak padaku, hatiku berlonjak gembira ketika mataku menangkap wajah yang sangat aku rindukan.

“Akhirnya penantianku tidak sia-sia,” tanpa sadar aku tersenyum kearahnya sesaat setelah ia memalingkan wajah malaikatnya kearahku.

Aku kembali menjadi penggemar rahasia yang hampir genap 90 hari memperhatikannya dari jauh. Setiap ia menggariskan kuas kedalam kertas putih yang menjadi media untuknya melukis. Maka setiap kali itu pula senyumku mengembang dengan sendirinya.

Terlihat sangat mempesona, sejujurnya aku ingin sekali berlari kearahnya dan mengatakan semua perasaan yang hampir tiga bulan ini aku pendam. Namun apa daya aku tidak mempunyai keberanian untuk menyambut pertanyaan yang akan ia lontarkan.

Seketika senyumanku berhenti. Saat ia menutup tokonya lebih awal, bahkan hari ini hanya buka satu jam saja. “Cheonsa, apa kau selalu sibuk? Apa yang akan kau lakukan sehingga harus menutup toko begitu cepat?” Gumamku yang penuh dengan rasa kecewa.

—– Angel —–

Sembilan puluh hari sudah berlalu, dan aku masih tetap seperti awal pertama melihatnya. Hingga saat ini aku masih tidak mempunyai keberanian sedikitpun. Hati dan inginku tidak sejalan, hingga aku tetap menjadi pecundang sejati seperti ini.

“Apa-apaan ini? Kenapa di sana tertulis toko ini dijual?” Terkejut saat dan tidak mengerti tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dengan cepat aku menyebrang jalan tanpa perduli teriakan dari pengendara mobil yang terkejut akan kehadiranku yang tiba-tiba.

Dengan cepat aku hampiri ahjussi yang sedang melakukan aktivitasnya–memasang flang–yang akan menjadi tanda bahwa toko ini akan dilepaskan oleh pemiliknya.

“Mianhae, ahjussi apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa toko ini di jual?” aku mencecarnya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. Sangat terlihat jelas guratan keterkejutan di wajahnya.

“Kalau kau ingin tahu silahkan tanya langsung pada pemiliknya!” telunjuknya mengarah ke dalam toko yang berisikan lukisan-lukisan indah.

Untuk pertama kalinya aku menginjakan kaki di tempat ini, bahkan aroma therapy yang di keluarkan oleh pengharum ruangan terasa sangat menenangkan ketika mereka menerobos indera penciumanku.

Dapat kurasakan hatiku seolaj ingin berlari dari tempatnya. Perasaanku begitu tidak menentu, keringat dingin mulai membasahi kening dan sebagian tubuh. Bagaimanapun aku tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja.

Perlahan aku masuk, mengedarkan pandangan ke segala penjuru. Tatapan mataku berhenti saat kulihat pria yang malam itu menginap di tempat ini.

“Apa ada yang bisa aku bantu tuan?” dengan ramah ia menyapaku. Bahkan senyumannya begitu terlihat menawan walaupun ada garis kelelahan terlukis di sana. Aku yakin setiap wanita yang melihatnya akan terhipnotis seketika.

“Mianhae, aku kesini hanya ingin melihat-lihat saja,” aku terpaksa berbohong untuk menutupi rasa gugup yang mendera. Perasaanku begitu kalut, tidak sanggup untuk terus menahan semua pertanyaan yang telah sampai ditenggorokan.

“Aku ingin bertanya, wanita yang biasa menjaga toko ini kalau boleh tau dia kemana?” akhirnya kata-kata itu terlontar juga, setelah bersusah payah aku mengumpulkan kekuatan untuk mengutarakannya.

Pria itu menunjukan senyuman yang tidak dapat aku mengerti. “Apa kau mengenalnya?”

Ia balik bertanya, aku hanya mengeleng perlahan. “Anni, hanya saja sudah hampir satu minggu ini dia jarang terlihat.”

“Dia sudah pulang ke kampung halamannya,” hanya jawaban itu yang aku dengar. Aku bisa melihat raut kesedihan yang terpancar dari wajah tampannya.

“Mianhae sudah menggangu, kalau begitu aku permisi dulu.” Aku berlalu pergi dengan sejuta perasaan yang sulit untuk diartikan.

“Dia sudah pulang? tapi dimana kampung halamannya?” aku bergumam pelan setelah kakiku menapak sempurna berjalan menjauh dari toko lukisan itu.

Sepanjang perjalanan pulang lututku terasa lemas bagaikan tidak bertulang, banyak perasaan aneh, semuanya berkecamuk. Hingga aku tersadar akan satu hal. Dengan sekuat tenaga aku balikan tubuh rapuh ini, berlari dengan sisa tenaga yang masih tersisa untuk kembali ke toko Cheonsa.

Dengan napas terengah-engah akhirnya aku sampai juga, tanpa berpikir panjang segera menerobos masuk ke dalam toko yang pintunya hanya tinngal terbuka setengah.

“Tuan, mianhae aku ingin tahu kampung halaman agashi itu di mana?” aku bertanya tanpa memperdulikan rasa malu dan cemoohan yang mungkin akan dilontarkan olehnya.

Tapi, apa ini? Pria itu malah tesenyum kaku dan memberikan secarik kertas dengan beberapa deretan hangul.

“Aku kira kau tidak akan menanyakannya, tulisan yang tertera di kertas itu adalah panti asuhan tempat ia dibesarkan, namanya Han Na Yui ia lebih suka dipanggil Han Yui, pagi tadi ia minta untuk pulang kesana.”

Penjelasannya cukup membuatku terkejut, apa maksud dari ucapannya? Apa ia tau kalau aku selalu memperhatikan wanita berwajah cheonsa itu?

Semua pertanyaan itu tidak lagi penting, karena saat ini yang aku inginkan hanyalah segera menyusul Agashi Cheonsa. Terlalu berat beban kerinduan yang aku rasakan, selama tidak melihatnya, hidupku seakan gelap tidak berwarna.

Semuanya kosong, hampa, tidak ada sesuatu yang bisa mengisi hati. Sekalipun jika nanti aku hanya berkenalan dengannya bagiku itu sudah lebih dari cukup. Mengingat selama ini betapa bodohnya diriku.

“Khamsa hamnida,” aku membungkukan badan sebelum berlalu meninggalkan toko lukisan tersebut. Hatiku terasa kembali setelah mendapatkan alamat tempat tinggal Han Cheonsa, walaupun di luar kota.

—– Angel —–

“Hyung, bisakah kau mengantarku kesana?” aku masih berusaha membujuk Hyung untuk ikut pergi ke Busan. Semua yang kulakukan selama ini telah kuceritakan semua padanya.

Walaupun awalnya ia memaki serta mengatakan bahwa aku adalah lelaki terbodoh di dunia. Tapi aku bisa terima, karena memang itu kenyataanya, aku terlalu bodoh selama hampir 90 hari hanya bisa memandang dirinya dari jauh.

“Bagaimana kalau lusa saja? Aku juga ingin ikut bersamamu dan melihat calon adik iparku, lusa kita pergi bersama, eottohkae?” Hyung mengajukan penawaran.

Jika boleh jujur, aku keberatan ketika Hyung mengundur keberangkatan. Karena hatiku sudah terasa ingin meledak karena harus menahan rindu terlalu lama. Tapi aku juga menghargai keputusannya, berusaha mengerti posisinya yang tidak bisa meninggalkan pekerjaanya begitu saja.

@Busan.

Setibanya di panti asuhan yang kami cari, dengan langkah cepat aku dan Hyung bergegas masuk; mencari dan menanyakan keberadaan Han Yui.

“Kalau kau ingin bertemu dengannya ikutlah denganku!” Seorang wanita mengajak kami kesebuah bukit, wanita itu menyerahkan sepucuk surat serta satu gulungan kertas. Bila orang melihatnya sekilas pasti sudah mengetahui bahwa itu adalah lukisan.

Entah kenapa tiba-tiba aku tersenyum ketika di hadapanku terpampang jelas Han Yui yang sedang mengariskan kuas yang telah dilumuri cat lukis, terlihat jelas saat kampas yang tadinya putih kini telah berubah menjadi sesuatu yang indah dan berwarna.

Namun semua itu menjadi petaka kenangan yang menyakitkan, ketika aku mengetahui bahwa Han Yui sudah pergi dua hari yang lalu, yeoja itu menitipkan sebuah surat yang sangat tidak disangka itu diperuntukan untukku.

“Tuan seberang jalan, kenapa kau selalu beridiri disitu? apa kau tidak berniat menyapaku? Sering aku berpikir kau adalah pria terbodoh yang pernah aku lihat, kau bisa berdiri di seberang hingga berjam-jam. Hanya untuk melihat ketempat di mana biasa aku duduk dan melihat semua yang kukerjakan. Aku menulis surat ini untukmu setelah aku mendapat kabar dari Oppa yang kau temui di toko, bahwa ada pemuda yang mencariku. Aku memberikan lukisan yang aku selesaikan tepat di hari ke 88 kau berdiri di sebrang jalan bahkan sering sekali aku melihat dirimu melawan panas dan hujan. Saat kau membaca surat ini aku telah kembali ke sisi Tuhan, karena ia terlalu sayang padaku. Hingga memanggilku lebih cepat dari semua orang yang menyayangiku. Aku mengidap kanker otak stadium akhir, tepat sehari sebelum membuka toko Dokter berkata umurku hanya tersisa 90 hari.”

Wanita yang bernama Han Yui itu ternyata sangat jelas mengetahui keberadaanku yang selalu memperhatikannya. “Aku menyesal karena hanya bisa memandangimu dari jauh, bahkan aku tidak mempunyai keberanian untuk mengajakmu berkenalan Agashi, Cheonsa saranghanta.”

Perlahan aku membuka lukisan yang telah terkena tetesan air mataku sendiri. Seketika air mata ini semakin bergerombol aku tidak sanggup untuk membendungnya lagi.

Terlihat jelas itu adalah lukisan diriku yang sedang berdiri di seberang jalan, walaupun wajah dalam lukisan itu tidak begitu jelas namun semua sketsa wajah dan postur tubuh yang terpampang disana adalah milikku.

Di pojok sebelah kiri lukisan aku mendapati gambar bunga teratai dengan tulisan makna di sampingnya.

“Tuan aku sengaja menggambarkan dirimu seperti bunga teratai. Menurutku bunga teratai itu walau tumbuh di tempat buruk sekalipun dia selalu tampak indah dan tangguh, begitu pula dengan dirimu. Ketika kau terkena hujan, itu tidak membuatmu tampak buruk, saat panas mulai menerjang masuk kedalam pori-pori kulitmu, kau masih dengan tangguhnya berdiri di sebrang sana. Terima kasih karena telah setia memperhatikanku selama sisa hidupku.”

Rasanya bumi seolah runtuh menimpa tubuh ini, kini aku tidak sanggup untuk berdiri lagi. Bahkan kekuatan saat aku mampu melawan panas dan hujan yang mendera kini semua itu sirna bersamaan dengan kepergian Han Cheonsa. Dapat kurasakan bahuku bergetar dengan sangat hebat, suara isakan yang tertahan dan memilukan tidak dapat lagi kuredam.

Suara kicauan burung di siang itu seakan menjadi nada pilu yang mengiringi isak tangisku yang tengah begelut dengan semua rasa penyesalan yang berkecamuk di dalam batin.

“Menangislah! tidak apa-apa,” Young Woon Hyung berucap seraya merangkulku, berusaha memberi kekuatan. Mengusap lembut bahu rapuh ini, dan kini aku benar-benar terisak keras. Menangis sesegukan di dekapan saudara terkasihku.

Aku yakin Hyung sangat memahami betapa sakit dan perihnya hati seseorang yang ditinggalkan dengan cara seperti ini. Bahkan aku tidak pernah sekalipun mendengar suara wanita yang sangat kukagumi itu.

“Hyung, aku harus bagaimana? Aku ingin menyalahkan Tuhan. Tapi itu tidak mungkin, semua ini terjadi karena kebodohanku, penyesalan ini begitu menyiksa, aku kehilangannya tanpa pernah bertatapan langsung dengannya, ini begitu sakit.”

Dengan kasar aku terus memukul dadaku sendiri, di dalam sana seolah ada sesuatu yang menghujam dengan teramat tajam. Hatiku seolah ditimpa batu besar hingga membuat benda lembut itu hancur tak tersisa.

“Sudah! Aku mohon jangan sakiti dirimu lagi! Biarkan dia pergi dengan tenang! Aku tau ini tidak mudah tapi seiring berjalannya waktu semuanya aka baik-baik saja!”

“Apa Hyung kau menyuruhku untuk melupakannya? Itu sangat tidak mungkin dan jangan pernah Hyung menyuruhku untuk melakukan hal itu!” Jawabku sengit, aku menjawab dengan suara bergetar, meringis menahan himpitan rasa sakit yang kian membuncah.

“Ini adalah tempat yang paling ia sukai. Dari kecil dia sangat menyukai seni lukis, jika kau ingin melihatnya lihatlah di balik pohon rindang itu!” Pengurus panti akhirnya buka suara. Mungkin ia juga dapat merasakan tekakan batin mendera seluruh organ vitalku.

Ia menyuruhku untuk berjalan menuju balik pohon rindang yang ada di samping kami. Sesampainya di sana terlihat jelas gundukan tanah merah yang masih penuh dengan taburan bunga di atasnya.

“Agashi, Cheonsa saranghanta.”

Hanya kata itu yang mampu terucap dari bibirku, banyak kata yang ingin kuungkapkan tapi semuanya seolah tercekat hanya sampai di tenggorokan.

Kim Jong Woon :

“Aku harap langit tidak ikut bersedih! Ketika menyaksikan setiap tangisan yang terlapas dariku. Aku harap Tuhan memberikan tempat terindah untuk gadis yang kukagumi seperti langit. karena langit hanya bisa kulihat tapi tidak sekalipun aku dapat menyentuhnya”

FIN

4 thoughts on “Angel

  1. Waaaah berasa kesindir sm ni ff.. Pengalaman pribadi soalnya :p cm bedanya kalo yesung cwenya meninggal kalo ak si cowonya tiba2 udah gendong anak…
    Doeeeeng langsung kaya di teloyor sm bulldozer..
    “̮ wk°wk (′▽`) wk°wk “̮

Leave a comment