Memories In Marina Bay [5]

1543374_10200532972125722_888412595_n

Tittle : Memories In Marina Bay [5]

Author : Misty Sky

Lenght : Chaptered

Genre : Marriage Life, Romance

Rate : NC 17

Cast(S) : Kim Bum (BBF), Kim So Eun (BBF), And All Other Cast.

—- Happy Reading —-

Kim Bum perlahan menyeret langkahnya, berjalan masuk menuju kamar yang di tempati Eun Ji. Gadis itu mengekor di belakang. Rasa canggung begitu kental terasa. Menyelimuti kedua insan yang tengah membeku. Hanya hembusan nafas keduanya yang saling bersahutan.

Kim Bum merasakan hatinya sakit, dadanya sesak, untuk bernafas saja terasa begitu sulit. Demi apapun hati kecilnya tidak ada niatan untuk membuat So Eun terluka. Tapi titah tanpa kehendak itu terlanjur teucap. Mengoyak perasaan So Eun hingga tak berbentuk. Pria itu merutuki kebodohannya yang telah berucap di luar batas kewajaran.

Menyakiti istrinya tanpa berperasaan. Meski dalam hati hanya berniat memberi pelajaran. Tapi saat cairan bening meleleh di kedua pipi So Eun. Hal itu sontak membuat Kim Bum terperanjat dari sikap kejam yang dia jalankan. Tubuhnya seolah dirajam ribuan paku kala punggung rapuh So Eun menjauh dengan bahu bergetar. Entah hal apa yang membuatnya dapat merasakan rasa pedih yang wanitanya tengah geluti.

Kim Bum mejambak rambutnya frustasi. Berusaha menetralkan kepalanya yang terasa nyeri. Memikirkan hal gila yang baru saja dia lakukan. Disaat yang sama tangan seseorang menyentuh punggungnya. Mengusap lembut, seolah memberi kekuatan. Namun sentuhan itu tidak memberikan efek apapun pada dirinya.

Pria itu membelokan kepalanya. Menatap lurus perangai Eun Ji yang tersenyum hangat. “Sudahlah Oppa, So Eun sepertinya dia sama sekali tidak mencintaimu. Lebih baik kita mulai semuanya dari awal,” gadis tersebut mendekap tubuh Kim Bum dari belakang. Seolah mengisaratkan bahwa dirinya kini kembali menjadi milik Kim Bum.

Sementara pria yang dipeluknya hanya membatu. Kim Bum semakin yakin atas kebodohannya. Sesungguhnya asa untuk Eun Ji telah mati. Dan yang tersisa kini hanya kasih yang telah terkikis. Layaknya air di daun keladi. Saat Eun Ji menghancurkan hatinya hingga berkeping-keping. Perlahan rasa itu runtuh dan menjadi serbuk.

“Mianhae, aku sudah tidak mencintaimu lagi. Dan aku baru menyadari, bahwa pada kenyataannya hatiku telah mencintai So Eun dengan segenap perasaan yang aku milikki,” Kim Bum berucap lirih. Dengan sigap tangannya membuka pelukan Eun Ji yang masih mengerat. “Oppa, bagaimana mungkin kau bisa mencintai wanita yang belum lama kau kenal?!”

Oktaf nada suara Eun Ji meninggi. Ada rasa tidak terima yang menohok hatinya. Rasa tidak percaya bahwa pria yang dulu mengasihinya dengan teramat sangat. Kini berpaling begitu saja, mencintai wanita lain yang belum lama mengikat janji di depan Tuhan.

“Eun Ji-ya, kau pasti paham betul. Cinta itu seperti angin, yang bisa datang kapan saja tanpa diduga. Saat hawa itu menerpa tubuhmu apa kau bisa menghindar? Tentu saja tidak bukan? Karena kau akan menyadari hawa sejuk itu begitu memabukan jika kau berada di posisiku. Saat itu aku seperti manusia yang berada di tengah gurun Sahara.”

Kim Bum menghela nafas sebelum melanjutkan perkataannya. Sementara kini wajah Eun Ji sedikit mengeras. Merasa tidak terima atas pengakuan mantan kekasih. Yang tidak pernah beranjak dari hatinya “Selama dua tahun aku berusaha untuk melupakan rasa sakit yang kau berikan. Aku menerima perjodohan ini karena aku merasa So Eun adalah gadis yang baik. Tanpa aku sadari saat pertama kali melihatnya di altar. Darahku berdesir hebat, aku seperti menemukan Oase di gurun pasir yang gersang. Mungkin sejak saat itu aku telah memberikan hatiku padanya.”

Kim Bum menjelaskan perasaan yang baru dia sadari. Dengan nada berapi-api, seolah ingin menyampaikan langsung pada hati Eun Ji. Bahwa kini hati dan raganya telah menjadi milik So Eun seutuhnya.

“Apa tidak ada celah sedikitpun untukku? Mianhae, saat itu aku tidak berniat menyakitimu. Setidaknya aku tidak berselingkuh. Aku hanya ingin fokus dengan karir, dan itu semua mengharuskan untuk memilih salah satu,” Eun Ji meraih telapak tangan pria yang kini membelakanginya. Menggengam erat pergelangan Kim Bum. Berusaha membujuk pria itu agar tidak berlalu meninggalkannya.

Kim Bum merubah posisi, tubuhnya menegak sempurna. Menujukan punggung lebarnya dalam posisi berdiri. “Bagaimana jika saat itu kau berselingkuh? Apa menurutmu itu tidak berperasaan karena telah menduakanku?” Kim Bum berbalik menatap lekat retina mata Eun Ji. Gertakan suaranya membuat gadis itu terpaku. Hembusan nafas kasar Eun Ji menguar, sebelum dia menjawab pertanyaan yang Kim Bum ajukan.

“Ne, menurutku jika aku menyakitimu karena pria lain itu sangat keterlaluan,” Eun Ji berucap penuh keyakinan. Berharap kesalahannya dapat termaafkan. Setidaknya dalam benak gadis itu dia tidak meninggalkan Kim Bum untuk mengejar pria lain.

Mendengar jawaban yang Eun Ji lontarkan. Senyuman getir sontak terlukis jelas di wajah Kim Bum. Menunjukan Single Dimplenya yang menawan. Tapi senyuman kali ini terlihat kecut. “Lalu bagaimana dengan aku? Jika aku menginggalkan So Eun demi dirimu. Lalu aku pria macam apa?!”

Lengkingan Suara intonasi nada tinggi itu menggema. Seolah ingin meruntuhkan beton-beton kokoh yang menopang semua pondasi ruangan. Kim Bum semakin frustasi atas sikapnya yang dengan serta merta menusukan belati kepedihan di hati So Eun. Meskipun sesungguhnya hanya salah paham. Tapi perkataan yang Kim Bum lontarkan, seolah mengiyakan bahwa dirinya dan Eun Ji telah tidur bersama.

Berbanding terbalik dengan realita yang ada. Pria itu hanya menumpang ke kamar mandi. Mengganti baju yang basah terkena Orange Jus yang Eun Ji suguhkan. Namun itu semua berubah menjadi petaka. Saat So Eun memergoki mereka berdua tengah mengenakan handuk yang sama persis. Entah setan apa yang merasuki Kim Bum hingga dia tega berkata seperti itu pada istrinya sendiri.

“Mulai saat ini jangan pernah berharap untuk kembali padaku! Karena itu semua hanya pengharapan yang akan menghempaskan hatimu hingga ke dasar,” Kim Bum melangkah menuju toilet. Mengambil pakaian kotor yang masih tergeletak dekat wastafel.

“Selamat tinggal, semoga kau menemukan pria yang jauh lebih baik dariku!” Dengan langkah gontai Kim Bum membuka gagang pintu. Kakinya terasa berat untuk melangkah. Sesaat dia berdiri di depan kamar Eun Ji. Nafasnya seolah tercekat mengingat perdebatannya dengan So Eun tadi.

Sementara itu Eun Ji membanting semua barang yang digapainya. Meluapkan emosi yang sudah melebihi batas. Penyesalan serta rasa sakit membuat hati gadis itu terasa ngilu. Seolah tersadar dari rasa sakit yang pernah dia torehkan untuk Kim Bum.

Rasanya begitu menyakitkan saat orang yang kita harapkan tetap di sisi, ternyata memilih pergi meninggalkan. “Ternyata seperti sakitnya dicampakkan,” raung gadis itu pada dirinya sendiri. Jutaan rasa bersalah merongrong ulu hatinya. Merasa semakin buruk karena menyia-nyiakan pria sebaik Kim Bum.

“Mianhae, Kim Bum-ah,” raga Eun Ji merosot. Tubuh rapuhnya bersandar pada ujung ranjang. Garis-garis ubin di bawah kakinya terlihat buram. Karena air mata yang menutupi panglihatannya.

—- Memories In Marina Bay —-

Kim Bum memasuki kamar Hotelnya, menyalakan saklar lampu yang terletak di samping pintu masuk. Seketika ruangan yang tadinya gulita menjadi terang benderang. Pria tampan itu mengedarkan pandangan kesetiap penjuru. Berharap mendapati sosok So Eun, meski harus melihat wanita itu menunjukan tatapan membunuh. Ataupun mendaratkan tamparannya untuknya. Setidak itu lebih baik mengingat ucapannya tadi.

Semua ruangan telah ditelusuri, pikiran Kim Bum mengingat-ngingat. Sekiranya gadis itu berada dimana. Dengan resah dia terus berjalan mondar mandir. Sesekali iris matanya menatap hentakan jarum jam yang terdengar nyaring. Seolah mengingatkan bahwa malam kian larut. “Ini sudah tengah malam. Kenapa dia belum juga kembali?”

Resah itu kian mendera, membuat Kim Bum mengambil inisiatif untuk mencari keberadaan So Eun. Pria itu menggapai mantel tebal berbahan Wol yang tergeletak di sofa. Dengan langkah seribu dia berjalan meninggalkan kamar.

Dengan tidak sabaran Kim Bum trs menekan semua tombol lift. Berharap ruangan persegi yang melaju itu segera berhenti di hadapannya. “Arrh! Kenapa lama sekali?” Pria yang mengenakan kemeja biru langit itu memukul dinding di atas tombol dengan kasar.

Ada sedikit rasa sakit yang membuat kelima jarinya memar. Namun itu tidak sebanding dengan rasa khawatir yang sedari tadi bergelayut manja pada perasaannya. Seolah mempermainkan angan dan emosi. Mengaduknya hingga membuat Kim Bum kalut.

Saat salah satu pintu lift terbuka, tanpa ba bi bu Kim Bum menerobos masuk hingga sedikit tersaruk. Andai saja dia tidak berpegangan pada dinding, mungkin kini tubuhnya telah tertelungkup di lantai. Dan mencium ubin marmer mengkilat itu.

Perjalanan turun di dalam lift terasa seperti setahun lamanya. Kim Bum menghentak-hentakan kakinya. Berusaha menetralisir gundah, meski cara itu tidak mengurangi rasa khawatir yang kian bertambah.

Beruntung di dalam ruangan persegi empat itu hanya ada dirinya dan seorang pelayan Hotel. “Apa anda baik-baik saja tuan?” Sapa pelayan itu ramah. Mungkin dia menangkap gelagat Kim Bum yang seperti orang tidak sehat. Meski suhu di dalam lift tidak panas, tapi pelipis Kim Bum berpeluh keringat.

“Aku baik-baik saja,” Kim Bum menjawab dengan sedikit kaku. “Tidak biasanya keluar terpisah dengan istri anda,” lelaki yang mengenakan seragam Hotel itu tersenyum polos. Dia tidak bermaksud mencampuri urusan orang lain. Hanya saja pelayan itu tidak tahan ingin tahu. Karena biasanya pasangan muda itu selalu bersama.

“Apa kau tadi melihat istriku?” tanya Kim Bum antusias. Ada rasa penasaran manakala pelayan itu berkata dia dan So Eun keluar terpisah. “Apa dia belum kembali tuan?” Bukannya menjawab. Pelayan itu malah kembali mengajukan pertanyaan.

“Tolong jawab aku! Apakah tadi kau melihat istriku?” Kali ini nada suara Kim Bum sedikit memohon. “Tadi saya melihat istri anda menuju loby, dan sepertinya dia menangis,” pelayan itu memberitahukan apa yang dia lihat sekitar dua jam lalu.

Bertepatan dengan itu pintu lift terbuka. Pertanda mereka telah sampai pada lantai yang di tuju. “Terima kasih atas informasinya,” Kim Bum menepuk bahu pelayan yang diperkirakan seumuran dengannya itu.

Kim Bum bergegas menaiki mobil yang digunakannya tadi siang. Menerobos jalanan Singapore yang mulai lengang. Menyusuri jalan-jalan yang kemungkinan So Eun lewati. Lampu jalanan yang berkerlip menemani perjalanan Kim Bum. Seolah tidak ingat waktu, pria itu terus melajukan kendaraan roda empat itu di jalanan yang tidak terlalu jauh dengan Hotel.

Tanpa terasa udara pagi mulai menyapa penduduk di bumi. Matahari mulai tersenyum hangat. Tapi Kim Bum masih sibuk berkeliling, berharap menemukan So Eun berjongkok di halte. Atau sedang terisak di trotoar. Tidak perduli dia menemukan So Eun sedang apa. Yang terpenting dalam benak Kim Bum adalah harus menemukan istrinya dengan segera dan dalam keadaan selamat.

Hingga sang surya mulai meninggi, usaha Kim Bum tidak membuahkan hasil. Dengan berat hati pria bermata panda itu memutar kemudi. Berniat kembali ke Hotel dan meminta bantuan untuk melacak keberadaan So Eun.

Dalam perjalanan pulang sesekali kesadarannya hampir hilang. Manakala rasa kantuk itu menyelimuti. Memaksa saraf Kim Bum untuk beristirahat meski barang sejenak. Beruntung mobil yang dikemudikannya sampai di Hotel dengan selamat tanpa lecet sedikitpun.

Setelah meminta bantuan pihak Hotel dan polisi setempat. Kim Bum ingin penyisiran dilakukan di semua tempat. Meski harus membayar lebih dia tidak perduli. Yang ada dalam benaknya saat ini hanyalah So Eun yang entah di mana rimbanya.

Dengan penampilan yang tidak teratur. Wajah fresh yang biasanya bersinar itu berganti dengan raut muka penuh khawatir. Sesampainya di kamar Kim Bum kembali menelisik setiap sudut yang pernah dia tempati bersama istri terkasihnya. Bayangan So Eun seolah menggoda. Wanita itu dengan segala tingkah menyebalkannya tampak nyata dalam pandangan Kim Bum.

Pria itu sontak mendekap tubuh So Eun yang tengah menampakan ekspresi kesal. Kebiasaan yang selalu dia lakukan selama menjadi istrinya. Tepat saat tubuh itu dijamah. Sosok So Eun menghilang, berganti udara kosong yang menyesakkan.

Tubuh Kim Bum terkulai. Hatinya kembali bersitegang dengan rasa bersalah. Semuanya berkecamuk seolah ingin membunuh dirinya dengan segala tekanan yang ada. “Mianhae, So Eun-ah. Kau dimana? Aku mohon kembalilaah padaku!”

Pria yang biasa tersenyum simpul itu tengah meraung. Memohon maaf atas perlakuan buruknya. Dia terisak dalam diam. Hatinya melonglong pilu pada cobaan yang dibuatnya sendiri.

Bagaimana dengan orang tua mereka? Kim Bum semakin tertekan mengingat keluarganya pasti akan sangat murka. Dia tidak ingin dianggap menjadi suami yang tidak becus mengurus istrinya. Demi apapun, pria itu tidak sanggup jika harus menceritakan semua yang terjadi kepada orang tua mereka.

Tanpa sadar perlahan kedua matanya yang lelah terlelap. Tubuhnya bertumpu pada sofa panjang merah bata yang di dudukinya. Butiran keringat membanjiri pelipisnya. Pria itu bergumam dalam tidur, tekanan batin yang dialaminya menghantui hingga ke alam bawah sadar.

—- Memories In Marina Bay —-

Detak jarum jam terdengar kontras dalam ruangan bercat cream cerah itu. piring yang masih penuh dengan lauk pauk mengias nakas di samping ranjang. Sepertinya tidak sedikitpun makanan itu terjamah. Lain halnya dengan botol air mineral berukuran 1500ml yang terletak tepat di samping piring. Isi botol itu berkurang lebih dari setengah.

Di ranjang berukuran single, So Eun masih meringkuk dengan tubuh bergetar. Rasa takut mencekam perasaannya. Tidak pernah terbayangkan sedikitpun. Bahwa kejadian pahit ini akan menimpa. Pikiran So Eun melayang jauh, menerawang semua orang yang menyayanginya.

Hatinya semakin terluka setiap kali perkataan Kim Bum terngiang. Menyaksikan pria itu dengan pongahnya menunjukan hal menjijikan yang membuat jantung So Eun teremas. Hatinya terlalu rapuh untuk menerima semua kenyataan itu. Merasa dikhiantai secara terang-terangan.

Pria itu dengan serta merta membawa tombak yang runcing. Menancapkannya di uluh hati So Eun. Menghancurkan segumpal daging yang biasa disebut hati. Mencabik organ vital itu hingga menjadi gumpalan kecil yang nyaris tidak terlihat.

Perasaan So Eun saat ini seperti tengah dijatuhkannya ke dasar jurang yang terjal. Sehingga tubuhnya terhempas pada batu-batu alam. Batu tajam itu mengoyak seluruh organ dan saraf motoriknya. “Eomma, Appa. Tolong aku.”

Air mata yang seharian tumpah, menjadi bukti nyata akan rasa sakit yang digeluti. menimbulkan ke dua mata So Eun bengkak. Menjadi visual nyata bahwa dia tengah kesakitan dalam kadar luar biasa. “Club sebentar lagi akan buka. Jadi cepat ganti pakaianmu dan berhiaslah!” Teriakan seseorang yang baru masuk ke dalam ruangan, yang berukuran tiga kali empat itu membuat So Eun terhenyak.

Wanita itu dengan make up tebal itu menggunakan bahasa Inggris. Tapi aksen mandarinnya terdengar kental. Meski begitu So Eun tetap pada posisinya. Tidak mengindahkan suara wanita yang memekikan telinga itu. “Jika kau tidak mau bangun. Maka aku akan meminta lelaki hidung belang itu untuk menidurimu saat ini juga!”

Mendengar ucapan tidak bernorma itu dilontarkan. Memaksa tubuh So Eun untuk menegak. Pendengarannya terasa berdarah, saat kata menjijikan itu menelusup masuk dalam genderang telinganya. “Jangan berani menyentuhku! Jika sampai aku terluka sedikit saja, aku pastikan kalian semua yang ada di sini tidak akan ada yang selamat!” So Eun menebar ancaman. Berharap wanita itu merasa takut.

“Tsk! kau wanita tidak tahu diri! Sudah jelas-jelas kekasihmu sendiri yang menjualmu untuk melunasi semua hutang-hutangnya. Jadi kau akan meminta bantuan kepada siapa?!” Wanita yang diperkiraan menginjak kepala empat itu, mencengkram dagu So Eun dengan keras.

Menatap So Eun dengan pandangan membunuh, layaknya elang yang tengah mengincar mangsa. “Pria itu bukan kekasihku! Dia hanya lelaki bejat yang tidak punya perasaan,” So Eun meronta. Menepis tangan kotor wanita berbalut pakaian ketat itu. Lebih tepatnya dia bisa dipanggil Ahjumma.

“Cepat pakai baju ini! Jika kau tidak mendengarkanku. Maka malam ini juga kau harus bersedia tidur dengan tamu VIP! Aku tunggu sepuluh menit lagi,” wanita itu menyeringai angkuh. Melemparkan pakaian ganti tepat di wajah So Eun. Setelah berbuat itu semua Dia berlalu keluar. Meninggalkan So Eun yang berkutat dengan jutaan rasa takut.

terlihat Ahjumma itu berbincang dengan dua orang lelaki bertubuh tegap. Mereka sengaja ditempatkan untuk berjaga di depan pintu.

Dengan tidak rela dan berat hati, So Eun memungut rok mini serta atasan yang hanya mempunyai tali sebesar jari kelingking. Meski Tank Top itu terlihat simple. Tapi aksen batu Swarosky di bagian dada, menunjukan kesan glamour yang memikat.

Berkali-kali, So Eun menarik rok mini yang menyiksa pahanya. Dia tidak terbiasa dengan pakaian minim di tengah keramaian. Ingin sekali rasanya So Eun mencabik baju itu hingga tidak berbentuk. Tapi logikanya kembali mencerna. Bahwa itu hanya angan yang tidak mungkin terealisasikan.

Ahjumma itu meminta So Eun agar berjalan di belakanganya. So Eun hanya menurut tanpa mengucapkan sepatah katapun. Mereka menuruni tangga, terdengar alunan music dengan ritme energik. Alunan nada yang disukai orang-orang yang tengah berkecimpung di lantai dansa.

Kilatan lampu disco yang berkelip, sangat menganggu penglihatan So Eun. beruntung saat ini So Eun menggunakan Flat Shoes miliknya. Entah malaikat dari mana yang membuat Ahjumma itu mengindahkan keinginan So Eun, yang menolak mengenakan high hills 15 centi. Dapat dibayangkan jika saat ini dia memakai sandal dengan hak runcing tersebut.

Mungkin kini tubuhnya tengah berguling di tangga dan menjadi tontonan semua mata yang ada di sana. So Eun berdiri dengan tubuh gemetar. Rasa takut semakin menghantuinya, manakala lelaki yang tengah berbincang dengan Ahjuma pemilik club meliriknya dengan kerlingan nakal.

“Jangan menyentuhnya Tuan, saya harap anda bisa mematuhi permintaan saya,” Ahjumma itu berbicara dalam bahasa inggris. Suaranya bernada tinggi itu sampai pada pendengaran So Eun. Pemilik Club itu harus mengimbangi volume music yang mengalun dengan nada beroktaf.

“Aku bersedia membayar lebih banyak, aku suka padanya. Bagimana kalau aku bayar 3x lipat dari biasanya?” Lelaki itu mengajukan penawaran yang cukup memggiurkan. “Anda cukup berani juga tuan, tapi sepertinya saya akan tetap pada pendirian awal. Jika tuan ingin ditemani olehnya, tolong pastikan bahwa dia akan baik-baik saja dan tidak lecet sedikitpun!”

Lelaki itu mendengus, sebelum menyetujui persaratan Ahjumma pemilik Club. “Baiklah aku menyerah, kalau begitu cepat suruh dia kemari. Gadis itu benar-benar cantik. Melihatnya saja sudah membuatku bergairah,” ungkapan penuh nafsu dilontarkannya.

So Eun hampir saja tersedak salivanya sendiri. Saat Ahjuma pemilik club memintanya untuk menemani lelaki itu minum. “Kau temani dia hingga selesai! Jika kau berbuat kekacauan jangan harap kau masih memiliki organ tubuh yang utuh!”

Mendengar ancaman semacam itu, ingin sekali rasanya So Eun menuangkan minuman beralkohol di wajah Ahjumma itu. Dengan langkah takut-takut So Eun berjalan mendekat. Lelaki bertubuh gempal itu tengah menatapnya dengan pandangan binal. “Kemarilah! Tuangkan minumam untukku!” Dia meminta So Eun untuk duduk di sampingnya.

“Tuhan! Tolong beri aku kekuatan!” So Eun terus berdo’a dalam hati. Dengan penuh keterpaksaan So Eun berjalan mendekat. Mendaratkan bokongnya di sofa, sejajar dengan lelaki tambun tersebut. Namun masih tersisa jarak sekitar setengah meter diantara mereka. Lelaki yang mengenakan formal suit itu mengangkat gelasnya. Meminta So Eun untuk menuangkan Red Wine yang telah dipesan sedari tadi. Disela dentuman music yang menggema sesekali pria itu menanyakan banyak hal pada So Eun. Namun hanya jawaban seperlunya yang gadis itu lontarkan.

botol kosong mulai berjejer menghiasi meja. Pria itu sudah mulai kehilangan kesadaran dan mulai kehilangan akan sehat. So Eun berusaha menghindar kala lelaki itu mendekatinya, mencengkram bahu So Eun hingga menimbulkan efek sakit. Tanpa sadar yeoja itu mengaduh.

“Tuan, kau sudah mabuk. Sebaiknya anda segera pulang!”

Nasehat So Eun dianggapnya angin lalu, lelaki itu semakin berani, kini dia berusaha untuk mencumbu dan berkata hal-hal yang membuat So Eun muak. “Bermalamlah denganku manis, aku tau kau barang baru di sini. Aku akan membayarmu lebih kau jangan khawatir.”

Lelaki itu mengucapkan kalimat menjijikan. Disaat bersamaan kelima jari So Eun mendarat sempurna di permukaan wajahnya. Dengan sekuat tenaga So Eun mendorong tubuh pria itu hingga terjungkal. “Cih! Lelaki hidung belang tidak tahu diri, aku benar-benar membenci semua pria yang hanya memikirkan nafus. Itu semua membuatku muak!”

So Eun berucap kasar, perpaduan antara emosi, takut dan rasa jijik. Semuanya menjadi satu kesatuan. Seperti bongkahan batu yang bercokol dalam hati So Eun. Yeoja itu menyelinap diantara pengunjung. Berniat mencari jalan keluar untuk melarikan diri. Namun belum sempat sepuluh langkah berlalu. Tangan seseorang menariknya kasar.

“Mau kemana kau? Cepat ikut aku!” Wanita yang So Eun tahu adalah wanita terbaik di Club ini menyeretnya menuju ruangan VIP. “Kau mau membawaku kemana?” Tangan So Eun berusaha meronta. Tapi semuanya sia-sia, wanita itu terlalu kuat mencengkram.

“Masuklah dan layani pria di dalam sana hingga puas!” Wanita itu mendorong tubuh So Eun. Menjebloskannya ke dalam ruangan yang telah dihuni oleh lelaki jalang penuh nafsu. Lelaki yang sepertinya berkebangsaan jepang itu menatapnya penuh minat. Dia menyeringai seraya membuka sabuk yang melingkar di pinggangnya. membuat hati So Eun beribu-ribu kali merasa takut.

Jika saja diruangan itu ada celah, ataupun jendela. So Eun akan lebih memilih terjun meski harus dari lantai belasan sekalipun.

Pria itu melepaskan kain yang melekat di tubuhnya satu persatu. So Eun mengguncang daun pintu. Berteriak meminta bantuan. Berharap ada seseorang yang akan menolongnya.

Sementara itu di luar ruangan, yeoja yang tadi membawa So Eun tengah tersenyum penuh kemenangan. “Mati kau wanita jalang! Berani sekali kau mengambil posisiku sebagai wanita terbaik di Club Ini,” ucapnya seraya berlalu tanpa mengindahkan raungan So Eun yang memilukan.

To Be Continued….

43 thoughts on “Memories In Marina Bay [5]

  1. bener2 menyedihkan so eun d suruh melakukan hal yg tidak pernah d lakukannya.. part ini gak ada scene bumssonya huft, ayo kim bum segera selamatkan istrimu dari para lelaki hidung belang..

  2. semoga aja kim bum cepet ketemu sama so eun!, soalnya kan so eun disuruh kerja kayak gitu dan ternyata kim bum mulai mencintai so eun
    Tapi gimana nih so eun kerja di tempat hina kayak gitu dan kira-kira so eun beneran diperkosa apa nggak ya???
    Next part

  3. kim bum….!!!!!!
    ayolah cari sso…
    kyaaaaa
    hiks hiks..
    diapain i i itu sso…
    hwaaaaa
    hadoooohhh
    kyaaaaa
    gq tega…
    ini semua bermula karena kau bum..
    aku pastikan kau akan hancur jika trjadi sesuatu pada sso…
    hwaaaa
    tidakkkkk

  4. Hellooo… Aku pendatang baru dsini, FF nya baguss tp aku punya usulan, buat yg part NC itu bagi 2 part misalnya part 7 nc n part 7 yg gak NC jdi bagi para readers yg dibawah umur atau yg takut baca NC #plaaaaak bs tetep nikmatin alur cerita secara lurus mksdnya gak kepotong2 ceritanya, masa setelah baca part 6 langsung loncat baca part 8, kan agak kurang faham ceritanya gr2 terpotong sma part NC ….
    Makseeh 🙂

    Tetep semangat ya buat aouthornya ..
    Terus Berkarya 🙂

    • Algeesha : halo salam kenal, itu buat yang mau baca part7 bisa minta PW nya inbox ke akun fb atau mention ke twitter aku aja chingu.

      Tapi makasih sarannya, soalnya part NC sebenarnya baru terjadi di part 10 ini.

  5. Melz asli kesel bgt ma seung gi dkrin bkl jd dewa penolongnya seo eun taunya aaaarrrrggghhh…
    Lanjut dl bacanya y tar komen lg kkkk.. Btw ad typo dikiiiiiit bgt but over all daebak Mel

  6. ahhh…syukurlah bumppa ga macem2 sama eunji
    aku ga rela dunia akhirat pokoknya
    sso eonnie semakin bahaya nih!!!!!!!
    bumppa cpt dtg…save sso eonnie segera
    plisssssss

  7. Ka melizaaaa, novelnya sudah sampe rumah, jadi bisa baca part 6nya deh sama the end, cepet bgt pengirimannya. Makasiihh yaa kaa

  8. Bgmnn dgn sso ??? Apa yg terjadi ?? Bumppa bgmn ini belom menemukan petunjuk apapun mengenai sso ??
    Apa akan ada yg menolong sso ???
    Aduuh… miris di scene ini thor. Dan jg seruu bikinpenasaran.

Leave a comment