Memories In Marina Bay [4]

1543374_10200532972125722_888412595_n

Tittle : Memories In Marina Bay [4]

Author : Misty Sky

Lenght : Chaptered

Genre : Marriage Life, Romance

Rate : NC 17

Cast(S) : Kim Bum (BBF), Kim So Eun (BBF), And All Other Cast.

—– Happy Reading —–

Dalam hening, tanpa saling menatap, ada emosi aneh yang berpacu dalam jarak dan waktu di antara mereka. Perasaan kesal, marah, benci, sesak, dan semua hal gila yang kapan saja bisa meledak layaknya bom waktu. Membuat Kim Bum tidak dapat berkonsentrasi pada kemudinya.

Tubuh yang berdampingan, tarikan napas yang sama, serta permainan suara menderu mobil seperti hiburan tersendiri, memberi pertanda ini nyata bukan mimpi yang akhirnya memburam.

So Eun menatap lurus jalan yang terbentang kokoh di hadapannya. Tidak mengindahkan lirikan-lirikan Kim Bum. Pria itu mencari kata yang pantas untuk diucapkan. Dia tidak mengerti harus berbuat apa, meskipun harga dirinya seolah terinjak, tapi pria itu tetap berusaha bersikap sabar meski hatinya terluka.

Kejadian saat dia membantu So Eun merapihkan diri setelah terjatuh. Pria itu mengakui bahwa dia hampir lepas kendali atas sikapnya kala melihat tubuh istrinya yang berbalut underwear secara dekat. Berusaha merengkuh So Eun dalam pelukannya. Meminta hubungan layaknya yang biasa suami istri lakukan.

Namun So Eun berontak melepaskan diri, mendorong tubuh Kim Bum untuk menjauh. Membuat pria itu harus menahan hasrat yang terpendam. Membuat perubahan pada mimik wajah Kim Bum. Mungkin terkesan egois jika dia meminta melakukan hal itu di saat istrinya belum merasa siap.

Tanpa rasa bersalah So Eun menunjukan tatapan membunuh. Membuat pikiran Kim Bum semakin kacau. Ditambah pria itu teringat yeoja yang hadir saat dia bertemu dengan para sahabatnya. Yeoja yang pernah mengisi relung hati Kim Bum selama beberapa tahun. Membuat pikiran pria itu kacau, jantungnya masih berdegub di atas normal setiap kali mengingat wajah mantan kekasihnya itu.

“Bisakah kau bersikap sedikit baik padaku?” lontaran halus penuh makna terucap. Seolah menghentikan saluran pernafasan So Eun. Wanita itu terhenyak dari angan semu yang dia jalani.

Tersadar dari lamunan rasa bersalah, atas perbuatan yang dia lakukan terhadap suaminya. Menolak keinginan pria itu dengan serta merta. Tanpa mau sedikit saja bersikap baik padanya. Sesungguhnya hati So Eun sedih jika mengingat perlakuannya. Namun apa daya rasa takut menghilangkan akal sehat untuk berpikir logis.

Membuatnya tidak sanggup bersikap manis pada Kim Bum. Perasaan itu mempengaruhi lakunya yang lebih sering membuat Kim Bum kesal. Bahkan marah karena perlakuan So Eun yang semena-mena.

Tarikan nafas kasar menjadi hal pertama yang So Eun lakukan sebelum menjawab pertanyaan lelakinya. “Seingatku aku tidak pernah memukul atau berkata hal yang dapat melukai perasaanmu.”

Merasa tidak senang saat lelakinya berkata akan sikap yang tidak baik. perasaanya tidak dapat menerima begitu saja lontaran pahit yang Kim Bum tuduhkan.

“Aku tahu ini tidak mudah, aku harap kau bisa perlahan menerima kenyataan dan bersikap sebagai istriku!” pria dengan senyuman menawan itu berubah, menjadi sedikit kasar saat meminta So Eun untuk patuh akan kodratnya.

“Kenapa sikapmu seperti ini? Singatku saat pagi tadi kau pergi semuanya masih baik-baik saja. Tingkahmu berubah drastis setelah kau bertemu dengan teman-temanmu,” raut wajah So Eun menandakan ketidak nyamanan hatinya.

Pria itu membanting kemudi, decitan halus roda mengaum bersamaan dengan mobil yang telah menepi di pinggir jalan. Dengan nafas tersengal sekuat tenaga Kim Bum menahan gejolak perasaan yang membuatnya bersikap aneh. Berusaha menetralisir perasaan bimbang yang kian membuncah.

“Ada apa denganmu? Kau terlihat seperti orang yang sedang dalam masa sulit, aku sungguh tidak mengerti pagi tadi kau masih belum seperti ini. Tapi saat kau kembali setelah menemuin sahabatmu tingkahmu menjadi sensitif dan emosional!” So Eun sedikit meninggikan suaranya. Manik matanya menatap tubuh Kim Bum yang menyandarkan tubuhnya pada kemudi.

Membuat wajah pria itu tertutup, menampakan kepala belakang dengan rambutnya yang hitam legam. Hening, pria itu tidak mengindahkan pertanyaan istrinya. Membuat So Eun ikut terdiam. Kini keduanya membatu dungu.

Hanya tarikan nafas serta detak jantung keduanya yang saling bersahutan. Lima menit berselang, pria itu mensejajarkan tubuhnya dengan kursi kemudi. Mulai bersuara setelah sedikit meredam pikiran aneh yang menganggunya.

“Tolong bersikaplah baik padaku, aku tidak meminta banyak, setidaknya bersikap baiklah meskipun hanya sedikit,” Kim Bum berkata tanpa menatap wajah So Eun. Dia masih memejamkan mata, menunggu jawaban apa yang akan dia dapatkan.

“Kita lihat saja, jika itu maumu aku akan mencobanya. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu,” jawaban So Eun membuat Kim Bum sedikit menggariskan senyum di wajahnya.

“Maaf jika aku terlalu meminta banyak padamu,” pernyataan maaf yang dia lontarkan dibuat sehalus mungkin. Berharap So Eun dapat mengerti akan keinginannya.

Hanya gumaman pelan jawaban dari So Eun. Setelah itu dia kembali menatap kosong keluar jendela. “Baiklah ayo kita berangkat, semoga di sana bisa sedikit memberi ketenangan.”

Pria itu kembali melajukan kendaraan roda empat yang disediakan oleh pihak Hotel, menuju kawasan China Town. Menyanggupi permintaan So Eun yang meminta diantarkan membeli cenderamata untuk keluarga tercinta mereka. Sekaligus berjalan-jalan di kawasan pusat perbelanjaan yang terkenal dengan harga yang sangat murah itu.

Padahal permintaan itu terjadi sebelum kejadian yang menimbulkan riak pertengkaran antara mereka. Kim Bum tidak setega itu, meskipun marah dia tetap berusaha memenuhi keinginan istrinya.

—- Memories In Marina Bay —-

Kedua sejoli itu berjalan di tengah kerumunan pengunjung lain yang berlalu lalang. Sesekali Kim Bum memalingkan wajahnya, untuk melihat keberadaan So Eun. Pria itu terlalu khawatir wanitanya akan menghilang di tengah kerumunan manusia.

“Auw,” terdengar suara So Eun mengaduh, wanita itu hampir terjatuh saat beberapa orang bertubuh besar menyenggol tubuhnya hingga oleng. Sebelum tubuhnya terhempas Kim Bum yang sedari tadi memperhatikan telah sigap menangkap. Merengkuh So Eun dalam dekapan hangat pangkuannya.

Suasana canggung menyelimuti saat tatapan keduanya beradu. Menimbulkan letupan aneh dalam hati mereka, seolah ada kembang api yang menyala dalam dada keduanya. “Terima kasih,” ucap So Eun seraya menyembunyikan wajah yang mulai memerah. “Pegang tanganku!”

Kim Bum mengulurkan tangannya, meminta So Eun agar menggengamnya. untuk menghindari kejadian seperti barusan agar tidak terulang. Meskipun awalnya ragu tapi pada akhirnya So Eun memenuhi permintaan suaminya.

So Eun dan Kim Bum telah tiba di kawasan People’s Park, mereka segera menuju pusat perbelanjaan yang terkenal dengan kisaran harga yang sangat murah. Keduanya telah berada di area yang dibatasi oleh jalan New Bridge Road, Upper Pickering Street, Cantonment Road serta South Bridge Road.

So Eun sibuk memilah cendramata yang dijajakan penjual. Berkali-kali meminta pendapat lelakinya, namun hanya jawaban seadanya yang Kim Bum lontarkan. “Oppa, kau sedang apa di sini?”

Suara serak seorang wanita membuat Kim Bum memalingkan pandangan dari So Eun. “Eun Ji-ya, apa yang kau lakukan di sini?” pria itu berusaha bersikap wajar meski hatinya tidak tenang.

“Aku sedang berbelanja, kau sendiri sedang apa? Dan kesini bersama siapa?” yeoja yang di panggil dengan sebutan Eun Ji oleh Kim Bum mencecar pertanyaan pada pria yang tengah menunggu istrinya berbelanja.

“Aku kemari bersama seseorang,” jawab Kim Bum santai, tanpa berniat memberitahukan statusnya saat ini. “Karena kita sudah bertemu aku ingin mengajakmu makan siang,” yeoja itu menarik tangan Kim Bum menuju tempat makan yang letaknya tidak jauh dari tempat. Mereka berdiri saat ini.

“Maaf tadi pagi aku tidak dapat lebih lama berkumpul dengan kalian,” yeoja itu memasang wajah bersalah sesempurna mungkin. Dia meneguk orange jus yang baru dipesannya.

“Tidak apa, setelah kau pergi kami juga kembali ke rutinitas masing-masing,” jawab Kim Bum dengan senyuman mengembang. “Kau masih sama seperti dua tahun yang lalu, senyumanmu tidak pernah berubah meski aku telah menyakitimu.”

Mendengar penuturan Eun Ji raut wajah pria itu berubah. Pikirannya menerawang jauh ke masa lampu. Masa di mana dia harus mengakhiri kisah cinta dengan yeoja yang kini kembali muncul dalam hidupnya. Bahkan dia datang tak tahu waktu, di saat dirinya tengah berbulan madu.

“Maaf, saat itu aku terlalu egois. Aku lebih mengutamakan karir dibandingkan dirimu,” sesalan Eun Ji buah dari keputusan masa silam terucap. Dia tersenyum kecut mengingat kebodohan dirinya yang menyia-nyiakan pria sebaik Kim Bum.

“Lupakanlah! Selama dua tahun aku selalu mencoba untuk melupakanmu,” lontar Kim Bum dengan nada malas. Dia benci ketika mengenang rasa sakit yang pernah ditorehkan oleh Eun Ji di hatinya.

Perbincangan mereka terusik kala dering ponsel Kim Bum memekik. “Yeobseo, aku ada di cafe sebelah utara dekat tempat parkir, kemarilah! Aku sedang bersama temanku. Jadi tidak bisa kesana,” Kim Bum meminta So Eun agar menyusulnya.

“Aku akan menunggumu di tempat parkir saja,” terdengar jawaban So Eun di sebrang sana. Memaksa Kim Bum untuk segera beranjak dari tempat duduknya. “Aku harus segera pulang, kau sendiri bagaimana?”

Pria itu menanyakan hal selanjutnya yang akan dilakukan Eun Ji. “Aku akan pulang juga, karena semua barang yang aku cari telah aku dapatkan semua,” yeoja itu menjawab diiringi rekahan senyum.

Senyum yang pernah membuat Kim Bum terkesima akan pesonanya. Senyum yang pernah membuat pria itu mencintainya terlalu dalam dan membuat hatinya bergetar. Hingga saat ini kala senyuman itu terukir di hadapannya, hati Kim Bum masih berdesir meski tidak seperti dulu.

“Kau menginap di mana? Biar kuantar,” lontar pria itu menawarkan diri. “Aku menginap di Hotel yang sama denganmu,” jawab Eun Ji singkat, tangannya merapihkan barang belanjaan. “Baiklah, kita kembali ke Hotel bersama.”

Eun Ji tidak menjawab karena Kim Bum telah membawa semua barang belanjaannya. Gadis itu mengekor, berjalan di belakang pria yang masih sangat dia cintai sampai saat ini.

“Biar aku bawa sendiri, kau tidak usah membantu seperti itu,” Eun Ji berusaha mengambil alih tali hoodie bag yang berada dalam genggaman Kim Bum.

“Sudah tidak apa-apa, lagi pula aku yang ingin membantumu, jadi kau tidak usah sungkan,” pria itu mejawab tanpa mengalihkan padanganya; masih menatap lurus ke depan. Ke arah jalan yang akan dia lewati.

Keduanya mulai melihat mobil CRV berwarna silver metalik dengan seorang yeoja yang bersandar pada daun pintunya. So Eun mengedarkan pandangan, sudah lima belas menit dia menunggu di bawah terik matahari yang menyengat. Tatapannya berhenti saat mendapati tubuh Kim Bum membawa belanjaan bersama seorang yeoja yang berjalan di sampingnya.

Mereka terlihat akrab, senyum keduanya mengembang seolah mereka teman lama yang sudah lama tidak berjumpa. “Kenapa kau lama sekali?” So Eun memasang wajah masam saat Kim Bum telah berada di hadapannya.

“Kenalkan ini So Eun,” pria itu memperkenalkan istrinya kepada mantan kekasih sekaligus cinta pertamanya. “Eun Ji imnida,” gadis itu membungkuk, tidak luput dia tersenyum anggun. Membuat So Eun sedikit bergidik melihat aura kecantikan yang terpancar dari pribadi Eun Ji.

Gadis itu begitu sopan, berwajah cantik dan ramah, dapat dipastikan bahwa dia adalah wanita yang terpelajar dan berpendidikan. So Eun hanya tersenyum kaku menanggapi perkataan Eun Ji.

Dia segera memasukan semua barang belanjaanya di jok belakang. Matanya memincing kala Kim Bum membantu yeoja itu menyimpan barang yang tadi dibelinya.

“Masuklah, kau duduk saja di depan!” perintah Kim Bum pada Eun Ji, membuat gadis itu sedikit tidak enak hati pada So Eun. “Apa tidak apa-apa jika aku duduk di depan?” tanya Eun Ji ragu akan titah Kim Bum padanya. Manik mata yeoja itu melirik So Eun sekilas.

So Eun yang merasa di perhatikan oleh Kim Bum dia segera menyergah dan berkata bahwa dia tidak merasa keberatan. Dengan sedikit kesal So Eun duduk di kursi belakang bersama barang belanjaan yang menumpuk.

Sebenarnya dia tidak marah, hanya saja merasa kesal melihat kedekatan suaminya bersama yeoja lain. “Aish, kenapa aku bisa merasa seperti ini?” Racau So Eun dalam hati saat melihat Kim Bum yang berbincang hangat dengan teman wanitanya.

Sepanjang perjalanan So Eun lebih memilih diam, sesekali matanya mencuri pandang pada dua anak manusia yang sedang bernostalgia itu. Sesekali terdengar tawa renyah keduanya. Membuat So Eun semakin tidak betah berlama-lama dalam satu ruang.

“Kim Bum-ah, apa kau ingat tempat yang dulu biasa kita kunjungi?” Eun Ji bertanya mengingatkan akan masa lampau mereka. Membuat dahi pria itu mengernyit, mengingat tempat mana yang dimaksud mantan kekasihnya itu.

“Maksudmu tempat yang mana? Aku lupa karena terlalu banyak tempat yang pernah kita kunjungi di negeri ini,” pria itu menjawab dengan tangan yang masih memegang kemudi. Sesekali dia melempar senyum kepada wanita yang duduk di sampingnya.

Membuat So Eun merasa jijik atas film nyata yang mereka pertontonkan di hadapannya. So Eun berdesis di sela kekesalan hatinya. Dia tidak mengerti dengan sikap Kim Bum yang terkesan manja pada Eun Ji. Sementara wanita yang baru dikenal So Eun beberapa waktu lalu itu juga menujukan raut berbinar saat menanggapi perkataan pria yang duduk di sampingnya.

“Bagaimana kalau kita menonton Theatre, aku rindu menonton pertunjukan bersamamu di Esplanade, tempat yang selalu kita kunjungi saat masih bersama,” Eun Ji menyentuh tangan Kim Bum saat mengajaknya menonton pertunjukan theatre di tempat kenangan mereka.

So Eun terbelalak mendapati perlakuan wanita itu pada suaminya. “Baiklah ayo kita menonton bersama, So Eun-ssi, apa kau mau ikut?” pria itu berharap wanitanya penasaran dan cemburu melihat kedekatannya dengan Eun Ji.

Meskipun saat ini pikiran Kim Bum merasa menjadi pria yang kejam. Karena berharap So Eun akan marah dan sakit hati lalu bersikap baik layaknya seorang istri. Tapi di sisi lain Kim Bum sedikit merasa bersalah pada Eun Ji karena memanfaatkan perasaan gadis itu yang mangaku masih mencintainya.

“Antarkan aku ke hotel! Aku ingin pulang, tubuhku sudah terlalu lelah seharian berbelanja,” pinta So Eun dengan wajah masam yang tergambar jelas. Yeoja itu tidak tahan harus berlama-lama satu sirkulasi udara dengan kedua anak manusia yang sedang bersenda gurau mempertontonkan kedekatan mereka.

Dia merasa emosinya meletup melihat kedekatan dua anak manusia itu. Kim Bum melirik wajah So Eun melalui kaca spion yang berada di atas kepalanya.

Seringai yang sulit diartikan terukir, Kim Bum yakin So Eun kesal hingga membuat gadis itu meminta untuk segera kembali ke Hotel. Meskipun tidak sesuai harapan pria itu tetap menyanggupi permintaan istrinya. Dia melajukan mobil dalam kecepatan tinggi. Tepat di depan loby Kim Bum menginjam rem secara mendadak. Membuat kepala So Eun terjerembab pada jok depan yang di duduki Kim Bum.

So Eun tidak memakai sabuk pengaman, mengakibatkan hal yang membahayakan untuk dirinya. Dahi gadis itu terasa sakit meski hanya sedikit.

“Sudah sampai turunlah!” pria itu memberi perintah tanpa berniat mengantar So Eun ke loby. “Sepertinya kau ingin sekali tidak melihat keberadaanku,” dengus So Eun kesal, sesaat sebelum dia beranjak dari dalam mobil. “Sudah pergi saja cepat, aku tidak ingin terlambat menonton pertunjukan!” So Eun berlalu pasrah meski hatinya marah diperlakukan seperti orang lain. Dia merindukan kehangatan yang selalu Kim Bum berikan untuknya. Namun semua itu seolah sirna saat wanita bernama Eun Ji berada di samping suaminya.

Wanita itu berjalan gontai menuju kamar inapnya. Tatapannya kosong memikirkan hal yang tidak-tidak. Saraf-saraf otaknya berpikir keras atas perasaan yang baru dia rasakan. Rasa marah, kesal, dan benci melihat Kim Bum berdekatan dengan yeoja lain.

“Apa aku cemburu?” Gumamnya pelan sesaat sebelum memasuki lift. Tapi dia juga masih ingat saat menolak kasar keinginan suaminya saat meminta untuk tidur bersama. Rasa takut dan tidak siap membuat So Eun bersikap kurang ajar pada pria yang harusnya dia hormati dan junjung tinggi martabatnya.

—– Memories In Marina Bay —–

Kim Bum dan Eun Ji telah sampai di gedung Esplanade, keduanya berjalan memasukin bangunan yang berbentuk seperti buah durian telungkup yang dibangun di atas lahan seluas enam hektar tersebut. Keduanya segera membeli ticket untuk menonton pertunjukan yang akan di adakan malam ini.

Beberapa tahun yang lalu saat keduanya masih menjalin kasih. Mereka sering menghabiskan waktu untuk menonton opera di gedung yang dibangun oleh arsitek Michael Wilfor yang menghabiskan dana sekitar S$ 600 juta dan dibuka pada 12 Oktober 2002 itu.

Sepasang mantan kekasih itu menuju gedung Theatre yang berkonsep opera house. Yang terdiri dari empat tingkat dengan deretan 2.000 kursi penonton. Kedua anak manusia itu sengaja memilih kursi penonton bagian tengah. Meskipun jarak terjauh dari panggung adalah empat puluh meter, tapi Eun Ji lebih suka berada di tengah.

Baginya akan terasa hangat dan nyaman saat berada di tengah lautan penonton. Dia dapat merasakan suasana yang lebih bersemangat dibandingkan berada di deretan depan atau deretan ujung.

Keduanya mulai fokus menatap panggung yang berukuran 39 x 23 meter persegi itu. Menikmati acara yang baru saja dimulai. Seolah mengenang masa lampau mereka. Mengingat kembali romansa yang pernah mereka kecap bersama.

Di tengah acara Eun Ji menyandarkan tubuhnya pada bahu Kim Bum. Membuat pria itu sedikit risih namun tidak dapat berkutik. Tangan Eun Ji menelusupkan jarinya pada celah jari Kim Bum yang tidak bergerak. Membuat rasa canggung pria itu semakin menjadi.

Masih ada sedikit rasa bergetar kala tangan mereka saling menggenggam. Eun Ji sengaja membiarkan suasana seperti itu berlangsung hingga acara berakhir. Dalam angannya dia ingin membuat pria itu kembali ke sisinya.

Saat acara selesai malam mulai larut. Memaksa sepasang mantan kekasih itu untuk segera kembali ke bilik Hotel mereka. Dalam perjalanan pulang tidak banyak percakapan yang terjadi. Kim Bum masih sedikit merasa canggung atas sikap Eun Ji padanya.

Tidak dapat dipungkiri hatinya sedikit merasa hangat akan kehadiran wanita yang menjadi cinta pertamanya. Tapi di sisi lain Kim Bum teringat bahwa saat ini dia telah menjadi seorang suami dari wanita lain. Meskipun So Eun tidak memperlakukan dirinya seperti suami pada umumnya. Berdosakah jika dia masih memiliki rasa pada mantan kekasihnya? Bukankah perasaan itu datang tanpa dipinta dan diharapkan.

Iris mata Eun Ji menangkap siluet cahaya dari cincin yang melingkar di jari manis Kim Bum. Benda berwarna perak itu sontak mencuri perhatian Eun Ji akan makna dan arti keberadaannya.

“Itu cincin apa? Apa itu cincin kawin sehingga kau memakainya di jari manis?” Gadis itu bertanya dengan nada ragu-ragu. Kim Bum melirik sekilas telunjuk Eun Ji yang mengarah tepat pada cincin kawinnya. “Nde, itu cincin tanda aku sudah terikat dalam sebuah pernikahan.”

Jawab Kim Bum santai dan masih fokus pada kemudinya. Pria itu tidak menyadari perubahan pada raut wajah Eun Ji. Siluet kemerahan muncul bersamaan geraman gigi yang beradu. Pendengaran Eun Ji seolah terbakar kala mendengar penuturan kata pernikahan yang telah dijalanin pria yang masih sangat dia cintai.

“Siapa wanita beruntung itu? Apa dia wanita yang tadi siang bersamamu?” Telisik Eun Ji memastikan wanita yang telah berhasil memiliki Kim Bum seutuhnya. Pertanyaan Eun Ji memaksa Kim Bum untuk menarik nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan.

“Iya, dia istriku dan kami sedang berbulan madu,” Kim Bum berterus terang alasan keberadaanya di Singapore. “Apa kau sudah melupakanku?” Pertanyaan yang sedari tadi bergumul dalam benak Eun Ji akhirnya terlontar. Mempertanyakan perasaan pria itu padanya.

Kim Bum menginjak pedal rem kasar. Menimbulkan suara roda yang berdecit. Untuk sesaat pria itu terdiam, hingga akhirnya dia buka suara. “Apakah itu penting bagimu? Aku sudah menikah, sekalipun aku masih mencintaimu sekuat tenaga aku akan menghilangkannya.”

Jawaban Kim Bum membuat Eun Ji terharu, tanpa sadar gadis itu telah berhambur memeluk tubuh pria itu bersama linangan air mata yang membasahi kedua pipinya. “Aku masih mencintaimu,” pengakuan cinta kembali terlontar dari mulut Eun Ji. Kali ini penuh dengan nada pilu yang menyiksa hati Kim Bum.

Tanpa sadar Kim Bum mendekap tubuh gadi itu dalam pelukannya. Melupakan sejenak So Eun yang akhir-akhir ini menghantui dan hadir dalam setiap hal yang Kim Bum lakukan.

“Sebaiknya kita segera kembali ke Hotel,” ajak Kim Bum setelah mendengar tangisan Eun Ji yang mulai reda. Ajakannya hanya dijawab anggukan patuh dari gadis berwajah tirus itu.

—- Memories In Marina Bay —-

So Eun tidak dapat tidur ataupun duduk nyaman. Pikirannya melayang, membayangkan Kim Bum yang belum juga kembali. perasaan So Eun kacau, dia tidak dapat melakukan aktifitas dengan tenang.

“Lebih baik aku menunggu mereka di loby saja,” gumamnya pelan, dia mengambil keputusan untuk menunggu Kim Bum di luar. Agar dapat memastikan kepulangan Kim Bum nantinya.

Dengan langkah gontai So Eun berjalan keluar kamar menuju lift. Sesekali dia mengeratkan mantel kulit yang dikenakannya. Ada rasa sedikit tidak sabar yang menghinggapi yeoja itu.

Dia menekan tombol lift hingga berulang-ulang. Sesekali So Eun melirik lorong Hotel yang terhubung satu dengan lainnya. Tatapannya terhenti pada satu titik. Menatap wanita berbalut handuk model kimono yang sedang menerima room service dari pihak Hotel.

“Bukankah itu Eun Ji?” So Eun bergumam pelan. Berkali-kali dia mengucek mata. Memastikan bahwa penglihatannya tidak bermasalah. Hingga pelayan Hotel menghilang wajah yeoja itu masih sama. Raut wajah cantik yang tadi siang baru dikenalnya.

“Jika yeoja itu sudah pulang, berarti Kim Bum juga telah kembali,” sejenak So Eun berusaha berpikir jernih. Namun rasa curiga telah memenuhi seluruh otaknya. Membuat yeoja itu berlalu, meninggalkan pintu lift yang telah terbuka. Perlahan tapi pasti langkah So Eun kini tertuju pada daun pintu tempat Eun Ji berdiri tadi.

Dengan resah So Eun berdiri di depan pintu kamar tempat Eun Ji menghilang. Berkali-kali dia berpikir antara menanyakan keberadaan suaminya pada Eun Ji atau dia akan menelponnya sendiri.

Naluri So Eun lebih mengarah kepada keputusan agar dia menanyakan Kim Bum ada di mana kepada Eun Ji. So Eun berusaha meredam rasa gugupnya. Entah mengapa jantungnya terasa lebih cepat berdetak saat akan mengentuk pintu kamar itu.

Akhirnya dia mengetuk pintu, saat ketukan ketiga terdengar suara seseorang membukan pintu. “Siapa?” Terdengar suara seorang pria dari dalam sana. Membuat jantung wanita itu seakan melompat dari tempatnya. Suara itu tidak asing dalam pendengaran So Eun, suara yang menemani harinya akhir-akhir ini.

Daun pintu itu terbuka, menampakan sosok Kim Bum berbalut handuk yang sama persis dengan yang Eun Ji kenakan tadi. Rambut pria itu masih basah, nampak tetesan air yang masih berjatuhan di sekitar dahi Kim Bum.

“Oppa, ada siapa?” Terdengar suara Eun Ji yang muncul dari balik tubuh Kim Bum. Saat itu juga dunia So Eun seolah runtuh, menyaksikan suaminya berduaan dengan wanita lain di kamar Hotel. Raut keduanya seperti sepasang sejoli yang telah memadu kasih. Tergambar raut puas menjijikan dari wajah Eun Ji.

“Brengsek! Berani sekali melakukan semua ini padaku?!” Teriakan So Eun sedikit mengusik ketenangan lantai berdinding marmer mewah itu. Kim Bum hanya tersenyum kecut menanggapi makian yang dilontarkan oleh istrinya. “Kau masih berani mencelaku, setelah apa yang selama ini kau lakukan?” Pria itu menatap lekat iris mata pasangannya sah-nya. Membuat So Eun dengan terpaksa menunduk, hingga air mata yang sedari tadi ditahannya bejatuhan ke lantai.

“Dirimu sama sekali tidak pernah menjalankan kewajibanmu sebagai seorang istri. Dan aku harus selalu menerima semua perlakuan kasarmu padaku,” seperti tombak yang tajam. Ucapan Kim Bum tepat menusuk jantung So Eun. Membuat dada wanita itu sesak, hingga kesulitan untuk bernafas.

Meskipun perkataan Kim Bum benar adanya, tapi mendengar pria itu mengucapkannya secara lantang di hadapan So Eun membuat perasaannya seolah dirajam oleh ribuan paku.

Hanya air mata yang sanggup So Eun keluarkan. Semua kata yang telah dia rangkai seolah mencair bersama dengan liquid bening yang membasahi pipinya.

Wanita itu berlalu meninggalkan Kim Bum yang masih terpaku di tempatnya. Menerobos masuk ke dalam lift yang kebetulan terbuka. dalam ruangan persegi empat yang melaju turun itu So Eun memukul dadanya berkali-kali.

Hanya ada dia sendiri, sehingga So Eun bebas mengekspresikan rasa sakitnya. Berharap dengan cara itu rasa sakit dalam dadanya dapat berkurang.

Tubuh So Eun segera meninggalkan gedung pecakar langit itu. Tidak memperdulikan tatapan aneh sekitar. Wanita itu terus memacu langkah berharap dapat menemukan ketenangan di luar sana.

Tubuh mungilnya semakin jauh berlalu, menyusuri suasana malam Singapore, ini masih pukul sepuluh malam. Orang-orang masih ramai di sepanjang jalan. So Eun berusaha mencari tempat yang sepi, hingga dia melupakan sesuatu. Lupa bahwa ini Singapore bukan Korea.

Jika di negaranya sendiri So Eun boleh kemanapun semau hati. Tapi di sini, yeoja itu tidak hafal semua jalur yang pernah dia lewati. Wanita itu mengistirahatkan tubuhnya di tepian jalan yang mulai gelap. Tanpa sadar dia berjalan terlalu jauh. Tidak ada lagi lampu jalan yang menjadi penerangan.

Bahkan saat ini So Eun mulai dilanda ketakutan, menyadari dirinya telah berada di tempat asing. Jalan pulang dia tidak tahu, yang lebih mengenaskan dia tidak membawa posel atau uang sepeserpun. “Bagaimana ini? Eomma, Appa tolong aku.”

Racau wanita itu di sela ketakutan. Dia berusaha mengendalikan phobia gelap yang dideritanya. So Eun semakin beringsut mendekap lutut, getaran hebar terjadi pada sekujur tubuhnya. Kala suhu dingin yang kian menusuk menerpa tubuh ringkih So Eun. Angin barat yang semakin bergerombol membuat ketakutannya kian bertambah.

Dia takut akan mati kedinginan, takut akan gelap yang mengganggu sistem saraf otaknya untuk berpikir jernih. Semua perasaan takut itu menjadi satu, mengaduk pemikiran So Eun yang mulai bercabang kemana-mana.

“Excuse me, are you ok?” Suara seseorang memaksa So Eun untuk mendongak. Menatap wajah pria yang baru saja menyapanya.

Tampak seorang pria dengan tinggi sekitar 170 centi meter tengah menatapnya lekat. Menunggu jawaban atas pertanyaannya. “Help me, please!”

So Eun berusaha berdiri meski tertatih, membuat pria itu mengernyit. “Sepertinya kau orang Korea nona?” Tanya pria itu, dia mengenali logat So Eun saat berbicara. “Ne, bisakah kau menolongku?” So Eun meminta pertolongan tanpa rasa sungkan.

Sejenak pria itu berpikir, hingga akhirnya dia bersuara. “Mari ikut saya,” pria itu mengajak So Eun agar mengikutinya. Mereka berjalan melewati bahu jalan yang berhias lampu berkerlip kuning. “Perkenalkan aku Lee Seung Gi,” ucap pria itu memperkenalkan diri. “Kim So Eun, panggil saja aku So Eun!”

Setelah mereka saling memperkenal diri So Eun menceritakan kejadian yang menimpanya. Tentu saja dia melewatkan kejadian saat menangkap basah Kim Bum yang tengah berduaan dengan yeoja lain di kamar Hotel.

“Ayo ikut aku, temanku di dalam sana akan mengantarmu menuju Hotel,” ucap Seung Gi seraya mengajak So Eun untuk memasuki sebuah club malam. “Untuk apa kita kesini?” Tanya So Eun curiga, saat melihat puluhan manusia yang tengah menari di lantai dansa.

Lampu-lampu disco menyilaukan penglihatan So Eun. Dia tidak terbiasa dengan keadaan seperti ini. Bahkan ini pertama kalinya dia menginjakan kaki di Diskotik. “Kau tunggu di sini! Aku akan mengajak temanku untuk mengantarmu,” So Eun hanya mengangguk, dia merasa yakin pria tadi tidak akan menipunya.

Pria itu berjalan menghampiri seorang Ahjumma dengan riasan tebal. Gincu merah yang dipakainya terlihat mencolok menghiasi bibir tebal hasil oprasi plastik. “Berani sekali kau datang kemari, apa kau akan membayar semua hutangmu padaku?” Ahjumma itu bertanya dengan antusias dan nada tinggi.

“Ne, aku akan melunasi semuanya. Tapi tidak dengan uang, melainkan dengan barang,” suara pria itu tidak kalah tinggi. Berusaha mengimbangi alunan music yang memekikan telinga.

“Maksudmu kau akan membayar dengan apa?” Ahjumma itu tidak percaya dengan penuturan pria yang telah meminjam uang darinya hingga menggunung. Dia terlalu gila judi tapi tidak pernah menang sekalipun.

“Nyonya coba lihat wanita yang duduk di ujung sana. Yang mengenakan mantel putih,” Seung Gi mengarahkan telunjuknya pasa seorang gadis yang tengah duduk manis menunggu seseorang. “Bagaimana? Jika kau menerimanya, aku ingin semua hutang di antara kita lunas,” Lee Seung Gi mengajukan penawaran.

“Apa dia masih alami?” Tanya Ahjumma mengisyaratkan sesuatu. “Tentu saja, dia itu barang baru, aku yakin semua pelangganmu akan senang mendapat barang yang masih fresh dan cantik seperti dia,” jawab Seung Gi diiringi tawa untuk menutupi kegugupannya.

“Baiklah mulai sekarang kita tidak ada hubungan apa-apa lagi,” ucapan terakhir Ahjumma itu membuat perasaan Seung Gi bersuka cita. Dia segera berlalu meninggalkan So Eun melalui pintu belakang.

To Be Continued…..

27 thoughts on “Memories In Marina Bay [4]

  1. huaaa dasar napeun namja seenaknya membayar hutang dgn menjual istri orang.. aish jinjja kasian so eun d jual ma ahjuma club.. kim bum jga sih gak sabar nunggu so eun sampai siap..

  2. Yahh kok kim bum sma so eun beratem sih , lee seung gi jhat bget manfaatin so eun buat byar hutangnya , , kim bum knpa kmu selingkuhin so eun ,

  3. Aaarrrrggggttt… Tambah kacau!!! Bum apa yg kau lakukan dngn eun ji?? Aaahhh gak relaaa…
    Lagian si Sso sih knp jg gak mau kasih Bum itu… Kan pertahanan bum goyah đŸ˜¦
    Lebih parah lagi Sso seperti akan di ‘jual’ andwaeeeeee… Bum sadar Bum… Cpt cari Sso!!!

  4. cihhh
    si eun ji sialan..
    hehh…
    si bum jg kampret dan nyolot..
    stdaknya jgn mngatakan itu di depan eun ji bum…
    ahhhh
    sso mau di apain tu??
    kyaaaa ini semua salah mu bum..
    kau maniak sialan…
    cih…
    kyaaaa sso…

  5. hwaaaaaa…
    gawat ini,,tambah kacau aja hubungan mereka!!!
    ga ikhlas liat mereka salah paham satu sama lain
    sso eonnie ktemu nappeun namja nih…bahayaaaaaa!!!
    bumppa cpt selamatin sso eunnie donk…..
    GPL

  6. Ciih bnr terluka dgn sikap bumppa ternyata rasa utu msh ada untuknya si mantan đŸ˜¦ bumppa jg kejam lancar mengucapkannya.ssosprt itu krn dia wanita ygbaik2tdksprt yg lain. Bgmn nasib sso ?? Apa yg terjadi dgn sso ??
    Lalu bgmn dgn mereka ?? Apa yg terjadi sbnrnya knp tdklgsng ke kmr. Sdhmeninggalkan sso begitu sjh lalu di tmbh dgn ucapan oppa. đŸ˜¦

  7. omoo,, apa yg trjadi sm Bumppa,, kok dy jd tega gtu . .
    apa mereka mlkukan ssuatu di luar batas yaa??
    kasian Sso hrs di jebak Seung Gi

Leave a comment