Last Of Sikness

1608766_1382505622011195_351242321_n

Tittle : Last Of Sikness

Author : Misty Sky

Lenght : One Shoot

Genre : Angst, Hurt

Main Cast(s) : Jo Young Min [Boyfriend],

Happy Reading…..

– Terlahir dengan nama yang hampir sama. Menjadi pasangan dengan kadar cinta yang amat dalam. Maut memisahkan mereka secara paksa, tapi pada akhirnya Tuhan membiarkan mereka bersatu di alam sana –

***

Malam kian larut, angin barat yang semakin bergerombol seolah ingin membuat suasa dingin kian menusuk. Seorang pria muda berlari tegopoh-gopoh mengendong wanita yang kini bersidekap nyaman dalam punggung kurusnya. Berkali-kali pria itu mengguncangkan tubuh tatkala rintihan yang menyayat telinganya kian sayup. Berusaha membangkitkan kesadaran wanitanya.

“Yeobo, bertahanlah, aku mohon!” Racau pria itu dengan suara yang terengah. Berusaha mencari Rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan. Hening, si wanita tidak menjawab pertanyaan lelakinya. Mengabaikan permintaan agar dia tetap tersadar. Wanita itu perlahan telah memasuki alam bawah sadar. Tubuh rapuh itu terlalu tersiksa untuk menahan rasa sakit yang kian menderanya.

Pekatnya malam menjadi saksi saat tubuh ringkih itu kian pelan melangkah. Melewati bahu jalan berkerlip cahaya lampu kuning. Rembulan yang sesekali tertutup awan hitam seolah ikut menyaksikan perjuangan seorang suami yang berusaha mencari keajaiban untuk istri terkasihnya. Berusaha mencari orang yang bersedia mengulurkan tangan untuk membantu keluarga kecil yang telah dibinanya.

Baju lusuh berbau hangit, serta alas kaki yang sudah tidak berbentuk menjadi santapan sinis setiap orang yang melihat. Namun Jo Young Min tetap berjalan tanpa menghiraukann tatapan miris dari sekitar. Lelaki bertubuh kurus itu tiba di halaman sebuah gedung bertuliskan ‘Hospital’ tanpa menunggu perintah dia menerobos masuk. Menghiraukan security yang sedari tadi akan mencegahnya.

“Dokter, tolong aku! Aku mohon tolong aku!” Young Min berteriak meminta siapapun yang berada di sana agar membantunya. Seorang suster menghadang langkah lelaki berpakaian kumal itu. Menatap tanpa reaksi dari ujung kepala hingga kaki.

“Maaf Tuan, bisa selesaikan administrasinya terlebih dahulu!” Pintanya kepada Young Min tanpa memperdulikan perubahan drastis pada wajah lawan bicaranya yang mulai mengeras.

“Bagaimana bisa perkataan seperti itu keluar dari mulut anda, sementara di sini ada orang yang sedang sekarat Aghassi?!”

“Mianhamnida, tuan. Saya hanya menjalankan tugas. Harap anda melengkapi administrasi terlebih dahulu,” Wanita berpenampilan serba putih tersebut lantas beranjak dan kembali pada meja administrasi dengan helaan nafas.

“Aku mohon cepat selamatkan istriku. Dia sedang sekarat, aku mohon!” Young Min menghiba meminta belas kasihan. Membuang jauh filosopi dunia akan pria, melupakan semua rasa malu dan harga diri yang masih tersisa.

“Maaf itu sudah peraturan, jika anda tidak mampu membayar biaya adminstrasi kami tidak bisa berbuat apa-apa,” hanya kata itu yang terucap sebagai jawaban dari permohonan Young Min. Entah dimana hati nurani manusia saat ini. Menyaksikan manusia lain dalam keadaan sulit, tidak ada rasa perduli sedikitpun yang mereka tunjukan. Semuanya acuh tak acuh, membiarkan lelaki muda berpenampilan bak pengemis itu kian terisak, terdengar teriakan yang menggangu ketenangan orang-orang yang tengah duduk di kursi tunggu mengistirahatkan tubuh.

Ini Rumah Sakit ke tiga yang dia datangi. Semua harapannya sirna kala orang yang bekerja di gedung pelayanan umum itu berkata dengan ucapan yang sama. Menolak bahkan melihat dengan tatapan yang sama persisnya. Disaat Young Min masih berharap akan kemurahan hati orang-orang yang ahli dalam bidang kesehatan. beberapa Security berdatangan. Menyeret paksa tubuhnya yang kian terseok membawa himpitan beban fisik dan sikis. Tubuh Kim Min Young masih berada dalam kehangatan punggungnya.

“Apa karena uang kami tidak berhak mendapatkan pertolongan, apa orang miskin seperti kami harus perlahan-lahan mati saat rasa sakit kian menggerogoti?!” Young Min berteriak, menanyakan hati nurani manusia yang telah hilang entah kemana. Tidak ada lagi rasa kasih sayang antar sesama.

Semua yang terpampang di hadapannya hanyalah segerombolan manusia berpendidikan tinggi yang tidak berperasaan. Pengharapannya sirna. Sepatu usang itu dilangkahkan pemiliknya menjauh dari tempat yang biasa dituju untuk mencari kesembuhan. Baginya saat ini tiga gedung dengan fungsi yang sama seolah menjadi lahar panas yang membakar perlahan seluruh tubuhnya. Meleburkan harapannya hingga menjadi abu.

Gedung-gedung berseragam manusia berbaju putih berpendidikan itu tidak lebih dari binatang. Bahkan binatang akan menyelamatkan hewan lain saat sesama jenisnya dalam bahaya.

Tapi manusia yang malam ini dia temui jauh lebih buruk dari itu semua. Pantaskah mereka di sebut mahluk yang diberi ahlak mulia? memiliki budi pekerti dan mempunyai kesempurnaan yang telah Tuhan anugerahkan. Pada kenyataannya masih banyak manusia yang jauh lebih busuk dari binatang.

“Bertahanlah istriku, aku yakin disana pasti akan ada yang membantu kita,” Young Min menyemangati istrinya. Berusaha memberikan kekuatan agar Kim Min Young tetap bertahan.

“Yeobo,” lirih wanita dengan wajah kian pucat itu. Hembusan nafasnya kian pelan, setiap helaan yang ditariknya bagaikan himpitan beton yang bersarang dalam dada sesaknya; Itulah yang tengah dirasakan oleh Min Young.

“Aku akan segera menemukan Dokter yang mau mengobatimu,” Young Min terus berjalan. Melewat puluhan lampu penerangan yang berjejer rapi di sepanjang jalan. Menjadi salah satu saksi bisu perjuangan panjang. Berusaha melewati malam ini agar esok masih bisa mendengar suara merdu wanitanya.

“Boleh kita istirahat? Aku lelah,” pinta Min Young sayup. Memohon agar dia bisa berbaring menghilangkan rasa lelah yang sedari tadi menggelayuti. Rasa sakit di sekujur tubuhnya sudah menjadi rasa yang lazim. Dia hanya dapat menahan rasa itu tanpa bisa berharap akan hilang. Erangan untuk mengungkapkan rasa sakit itu tidak mampu lagi dia lapaskan.

“Aku akan mencari tempat yang nyaman, bersabarlah!” Young Min mengedarkan pandangannya. Mengitari sekitar berharap ada tempat nyaman untuk beristirahat. Perasaannya berubah lega kala mendapati beberapa kardus lusuh dengan beberapa koran yang tergeletak yang dibuang oleh pemiliknya.

Tangan kanan lelaki itu membuka lipatan kardus, sementara tangan satunya tetap mengapit tubuh lemah Min Young. jemari putih yang kian terlihat usang itu merebahkan istrinya perlahan. “Berbaringlah!” Young Min berkata seraya menutup tubuh wanita yang sangat dicintainya menggunakan koran bekas yang dipungut dari tempat sampah. Berharap kertas tipis itu dapat menghalau hawa dingin yang kian menjadi.

Ke dua tangan Young Min mendekap tubuh wanita yang telah dua Tahun menjadi mendampingnnya. wanita yang bersedia menerima kekurangannya sebagai orang yang terlahir dari kaum yang tidak mampu. Serta menghabiskan hidup dilingkungan kumuh.

Sedangkan Kim Min Young terlahir dari keluarga kayak raya. Pernikahan yang di tentang membuat Min Young rela pergi meninggalkan keluarga. Memilih menjadi Ny. Jo, meskipun hidup dalam keadaan memprihatinkan. Saat menikah semuanya masih berjalan baik ketika kedai ramyun pinggir jalan milik Young Min masih beroperasi.

Mereka mengais rejeki dari panganan khas yang digemari warga Korea. Bertahan hidup dengan penghasilan seadanya. untuk menyambung hari-hari yang mereka lewati. Semuanya berubah saat enam bulan lalu kejadian tragis menimpa pemukimannya. Tempat itu digusur paksa oleh pemilik perusahaan besar. Mereka membangun gedung pencakar langit di lahan yang telah bertahun-tahun dia tempati bersama ratusan penduduk miskin lain.

Mereka membongkar paksa pemukiman kumuh itu, tanpa memberikan ganti rugi sedikitpun. Ratusan orang terlunta atas perlakuan semena-mena orang berdasi yang bergelimang harta.

Membiarkan orang tidak mampu kehilangan tempat berteduh. Seolah buta melihat ratusan orang kehilangan harapan untuk bertahan hidup. Menutup mata ketika pemandangan puluhan anak kecil menggigil kedingan kala musim dingin menjelang. Tidak memperdulikan nasib manusia-manusia itu selanjutnya.

“Yeobo, kau pasti sangat lelah, istirahatlah, Jangan khawatirkan aku!”

Terdengar permintaan Min Young yang terucap pelan. Tubuh yang tertutup koran itu sedikit bergeser berusaha mendekap tubuh suaminya lebih erat.

“Kau sakit yeobo. Maafkan aku karena tidak dapat menemukan orang yang bisa menolongmu,” pandangan Young Min berubah samar tatkala air mata terasa memenuhi pupil matanya. Sekuat tenaga menahan himpitan perasaan yang menyiksa. Namun pada akhirnya pertahanan yang dia bangun runtuh juga. Kantong mata itu jebol mengeluarkan liquid bening.

“Hiduplah dengan baik! Meskipun aku sudah tidak ada di sisimu. Usaha yang kau tunjukan sudah cukup untukku. Percayalah setelah gelap cahaya terang itu akan datang,” sayup-sayup suara Min Young kian menghilang. Deru kendaraan yang berlalu lalang di sekitar mereka kian memekik. Menyamarkan pendengaran Young Min.

Aroma bau bumi yang berotasi menjadi pagi kian nampak. Fajar telah menyingsing seiring dengan berlalu perginya sang malam. Helaan napas wanita itu kian lambat, perlahan senyuman yang selalu menenangkan Young Min di kala gundah itu menghilang. Bersamaan dengan dekapan tangan Min Young yang kian mengendur tangan yang mampu memberikan ketenangan itu pada akhirnya terkulai lemah tanpa tenaga.

Wanita itu pergi seiring dengan sinar matahari pagi yang menerpa wajahnya. Gurat kecantikan masih nampak jelas, rona-rona sisa kesakitan masih terlihat.

Kehangatan sang surya tidak mampu memberikan rasa nyaman pada hati Young Min yang tengah berkubang dengan rasa sakit. Lelaki itu masih menatap hampa orang terkasih yang sudah tidak berkutik. Mata almond yang meneduhkan itu kini tertutup rapat. Menghilang bersama perginya helaan nafas pemiliknya.

Jantung Min Young berhenti berdetak. Sedikit demi sedikit tubuh wanita itu kian kaku. Suhu tubuhnya perlahan berubah dingin. Berkali-kali Young Min menggosokan telapak tangan berusaha memberi kehangatan pada istrinya.

Namun semua itu hanya luapan rasa frustasi yang mencongak batin Young Min. Penyakit ganas itu telah mengatarkan Min Young pada gerbang kematian. Menjemputnya menuju ajal bersama malaikat pencabut nyawa yang membawanya. Young Min kian menangis mendapati kenyataan yang memilukan. Isakan jeritan lara itu tidak dapat diredam. Menangis tersedu-sedu pada hari yang cerah. Menjadi pemandangan mencolok bagi orang sekitar.

Puluhan orang yang berlalu lalang seolah mengerti atas apa yang menimpa pria muda malang itu, beberapa di antara mereka melempar lembaran uang Won. Berharap kepingan nomilan alat transaksi itu dapat membantu pria yang kini tengah menangisi kepergian istrinya.

Kejadian pagi ini menjadi bongkahan kepedihan yang teramat sangat. Takdir yang terasa tidak adil itu menghampiri Young Min. Merenggut semua kebahagiaan yang dimilikinya.

Memporak-porandakan jalan hidup pria muda yang masih panjang. Young Min hanya mampu menangis untuk meluapkan semua rasa pedih. Keberuntungan yang dia harapakan sedari kecil selalu tidak berpihak.

Jika dia gelap mata, ingin rasa mengiris urat nadi untuk mengikuti kepergian orang terkasihnya. Tapi, logikanya kembali mengingat, terngiang permintaan terakhir Min Young.

Berpesan agar dia menjalani hidup dengan baik meskipun itu akan sangat sulit. Menyampaikan keyakinan bahwa habis gelap akan terbit terang.

Tanpa terasa air mata Young Min telah mengering. Hingga perlahan pandangannya buram semuanya berubah menjadi gelap gulita. Lelaki itu terbaring tidak sadarkan diri di samping jasad istrinya. 30 menit kemudian terlihat beberapa orang bertubuh tegap mendekati kedua anak manusia yang masih terbujur. Salah satu dari mereka menyingkap wajah keduanya yang terhalang rambut. Memastikan bahwa mereka tidak salah mengenali orang.

Salah satu dari mereka memeriksa pergelangan tangan Min Young. Hingga beberapa detik, akhirnya lelaki itu menggeleng perlahan mengisyaratkan pertanda buruk pada kawannya.

Lelaki dengan wajah paling tampan mengambil smart phone dari dalam jas mahal yang dia kenakan. Menekan tombol panggilan dengan resah.

“Yeobseo, Boss laporan yang kita terima beberapa hari yang lalu ternyata benar. Dan kami sudah menemukan Agashi.”

Lelaki itu melaporkan hasil pencariannya. Terdengar suara dengan nada tinggi di seberang sana meminta agar dia dan anak buahnya untuk segera membawa Min Young kembali kerumah.

“Tapi..,” ucapan lelaki tampan itu terhenti. Tatkala melihat Min Young yang telah menghadap ilahi.

Hingga akhirnya dia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Terdengar hantaman benda beradu di sebrang sana, dapat dipastikan itu adalah telpon rumah yang terjatuh.

“Bagaimanapun keadaanya bawa dia kembali kepada kami!” Kini suara di balik telpon itu didominasi suara parau seorang wanita. “Ne, sajangnim kami akan segera membawanya.”

Tubuh kaku Min Young telah berpindah ke dalam kerangka besi mewah buatan manusia. Melaju dengan roda melewati jalanan kota Seoul yang mulai ramai.

Sementara itu tubuh Young Min dibiarkan tetap tergeletak tertutup koran. Lelaki itu masih kehilangan kesadaran. Dia tidak mengetahui bahwa jasad orang tercintanya telah dibawa pergi.

Perjalanan mobil yang membawa tubuh tak bernyawa Kim Min Young berhenti tepat di sebuah rumah mewah bergaya Eropa kuno. Terlihat seorang wanita paruh baya tersaruk-saruk saat melihat kedatangan kendaraan yang membawa tubuh kaku wanita muda yang dilahirkannya.

“Mianhae chagia, mianhae Eomma tidak pernah merestui keinginanmu untuk menikah dengan lelaki itu,” terlihat jelas guratan kesedihan yang menjalar di setiap sudut wajah Ny. Kim.

“Sudahlah yeobo, ikhlaskan dia pergi!” Titah lelaki yang telah puluhan tahun menjadi suaminya. Tuan Kim berusaha memberikan kekuatan meskipun sebenarnya saat ini hatinya sangat terluka. Keduanya menyesali perbuatan mereka yang dengan serta merta menjatuhkan anak kesayangan dalam kubangan penderitaan.

Kini, ratapan penyesalan itu tiada arti, tatkala tubuh kaku putri mereka tidak akan pernah bisa bergerak lagi. Yang tersisa hanyalah raganya. Jiwa Min Young telah berlalu bersamaan jutaan kasih sayang dari suami yang dipilihnya.

***

Matahari kian terik, kadar cahaya yang dipancarakannya kian menyengat. Memaksa tubuh lemah Young Min untuk tersadar. Berkali-kali lelaki itu mengerjapkan mata, menggapai sekitar berusaha mencari keberadaan jasad istrinya.

Semuanya nihil, dia tidak menjumpai apapun. Berusaha menelaah berharap dapat menyaksikan istrinya, sekalipun itu hanya bayangan, tak mengapa.

Young Min histeris setelah dia tidak mendapatkan apa yang dicari. Menarik lelaki tua yang duduk tidak jauh darinya. bertanya akan keberadaan wanita yang semalam berbaring di dekatnya.

“Ahjussi, apa kau melihat istriku?” Young Min bertanya dengan nada suara yang tersamar oleh riuh kendaraan. Menyamarkan inderan pendengaran orang-orang di sekitar. Menarik baju Ahjussi itu dengan kasar.

“Apa dia yeoja yang berbaring di sampingmu?” Pria tua itu memastikan wanita yang dimaksud Young Min.

“Ne, dia istriku apa Ahjussi melihatnya? Tolong beri tahu aku. Aku mohon!”

Young Min bertekuk lutut setelah tarikan kasarnya mengendur. Lutut Young Min terasa lemah, tidak mampu lagi menopang tubuh kian kurus itu.

“Istrimu dibawa oleh lelaki berpakaian hitam dengan bentuk tubuh tegap. Sepertinya mereka pengawal pribadi,” Ahjussi berkata tanpa memikirkan efek dari perkataannya.

“Mwo?!” Young Min terperangah. Pikirannya berusah mencerna tentang siapa lelaki yang dimaksud.

“Orang tua Min Young!” Pekiknya setelah menyadari siapa yang dimaksud Ahjussi. Young Min berlari terseok dengan sisa tenaga yang sudah terkuras. Lelaki itu mulai merangkak dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Menghiraukan tatapan hina semua orang yang melihat. Mengabaikan cemoohan kasar yang terlontar untuknya.

Dia terus berusaha membawa tubuhnya untuk menuju rumah orang tua Min Young. Pikiran lelaki itu mulai kacau tanda lampu lalu lintas tidak diindahkannya. Menerobos Zebra Cross pada saat yang tidak seharusnya.

Terdengar hantaman kasar, dentuman suara keras yang dihasilkan dari tubuh Young Min yang terpental belasan meter. Darah segar mengalir dari sekujur tubuh pria malang itu. Terdengar sayup-sayup dia berucap.

“YEOBO, TUNG…GU AK..U,” saat itu juga raganya berpulang. Menyusul kepergian istrinya yang sudah terlebih dahulu menuju surga.

FIN

2 thoughts on “Last Of Sikness

Leave a comment