Be Mine [1]

1579775_10200514757190360_1410313071_n

Tittle : Be Mine [1]

Author : Misty Sky

Genra : Sad, Romance, Family

Rate : General

Lenght: Two Shoot

Main Cast(s) : Jang Wooyoung [2pm], Han Raeki [OC], And All Other Cast

Happy Reading…..

Semilir angin di musim semi begitu terasa menyegarkan untuk sebagian orang. Tapi itu sama sekali tidak berlaku untuk diriku, aku merasa risih dan tidak nyaman semenjak diikuti oleh seorang pria muda yang selalu saja berada di setiap jarak edar pandangan.

Pria itu tidak pernah menyakiti ataupun bersikap kasar, justru semua yang dia lakukan malah sebaliknya; dia selalu ada di setiap derap langkah, menemani sepi hariku. Namun semua yang dilakukannya membuatku merasa tidak leluasa. Berulang kali ia menyatakan perasaannya; di mataku pria yang dua tahun lebih muda dariku itu tidak lebih dari seorang anak kecil yang sedang labil.

“Sampai kapan kau akan mengikutiku terus?” aku berhenti seraya membalikan tubuh; menghadapnya. “Sampai Noona bersedia menerima cintaku!” Jawabnya diiringi senyuman manis yang selalu membuatku tidak tahan untuk terus menatap wajahnya terlalu lama. Aku takut terjerat dan membuat pendirianku goyah.

“Wooyoung-shi, masih banyak yeoja di luar sana, kenapa kau harus selalu menguntit wanita yang lebih tua darimu eoh?” Aku benci dengan sikapnya yang tidak pernah jera dengan semua perlakuan kasarku. “Noona, kita hanya beda 2 tahun saja. Menurutku cinta itu tidak akan mengenal umur dan sebagainya. Karena cinta itu tulus dari hati dan tidak akan pernah dapat terganti. Perasaanku padamu begitu besar aku mohon cobalah buka hatimu untuku! Walaupun hanya sedikit aku akan berusaha untuk membuat pintu hati Noona terbuka seutuhnya.”

Ia berkata dengan penuh semangat, seolah yakin cintanya dapat meluluhkan hatinya yang telah mati rasa dan membeku.

“Sudah berapa kali aku katakan, jangan pernah mengikuti dan jangan kau nyatakan lagi perasaanmu padaku! apa kau tidak lelah selama enam bulan bertingkah seolah-olah hanya ada aku di matamu?” Terlalu sakit bagiku melihat pria yang tidak pernah berhenti untuk menunjukan perasaannya, aku merasa tidak pantas untuknya bahkan usianya lebih muda dariku.

“Noona, sampai kapanpun aku akan tetap melakukan ini semua, karena di hatiku dan pikiranku, bahkan di setiap hembusan nafas, semuanya selalu terhiasi oleh seseorang yang tidak akan pernah menghilang dalam ingatan. Sekalipun mataku terpejam dan aku terlelap Noona selalu ada di setiap tidur malamku. Selalu hadir di setiap mimpiku, bahkan Noona seperti udara yang masuk keparu-paru dan memompa jantungku agar tetap berdetak, jadi aku mohon jangan pinta aku untuk menjauh!”

Setiap mendengar jawaban yang dia lapaskan dari bibir mungilnya. Semua itu semakin membuatku merasa bersalah dan larut akan rasa ketakutan yang mendalam, aku tidak pernah menyangka bahwa pria yang notabene hobaeku akan bersikap seperti itu.

Perlahan kulangkahkan kaki yang menopang raga letih ini. Sungguh bukan itu jawaban yang ingin aku dengar darinya. Berharap dia pergi dan tidak terus mengikuti seperti ini. Terkadang aku merasa dia sangat bodoh, tetapi kenyataannya pria itu adalah siswa teladan di universitas tempat kami menimba ilmu.

Namun harapan yang kuinginkan tidak sesuai dengan kenyataan, dengan jelas aku masih bisa melihatnya berjalan dua langkah di belakangku. Masih mengekor dengan wajah tenang. Senyumannya yang menawan terukir jelas saat aku berbalik, menatapnya dengan tatapan membunuh. Aku tidak ingin selalu mendapatkan perlakukan istimewa setiap hari.

“Lebih baik kau pulang saja, aku pasti akan pulang kerumah dengan selamat, jadi aku mohon jangan pernah kau lakukan hal bodoh seperti ini lagi!” Nada suara yang kubuat sedikit meninggi. Berharap dia mau menuruti nasehatku.

“Ini bukan hal yang bodoh, apa salahnya jika aku ingin memastikan bahwa Noona selamat sampai dirumah dan tidak kekurangan sesuatu apapun?” Jawabnya santai. Dia masih benar-benar tenang, aku tidak tau harus dengan cara apa agar bisa membuatnya pergi dari sisiku.

Aku hanya bisa mendengus kesal, tanpa mau membalas jawabannya. Tidak ingin menghiraukan keberadaannya lagi. Kupercepat langkah agar segera tiba di tempat aku bernaung dari panas dan hujan.

“Pulanglah, aku sudah sampai dan aku mohon jangan pernah melakukan hal ini setiap hari aku lelah diperlakukan seperti ini olehmu, Jadi tolong menjauhlah! jangan pernah datang lagi!”

“Baiklah karena kau sudah tiba di rumah dengan selamat maka aku akan pulang, sampai besok jangan lupa Noona makan malam dan jaga kesehatan!” Itu lah kata-kata yang dia lontarkan sebagai jawaban atas permintaanku.

Dengan langkah gontai aku masuk tanpa ingin melihatnya yang selalu memberikan kiss bye dan membentuk gerakan tangan yang mempertemukan telunjuk dan ibu jari hingga membentuk ‘love’ terasa lelah saat melihat hal yang setiap hari dia lakukan di depan rumah setelah aku beranjak masuk.

Kurebahkan tubuh di sofa, berharap pria itu tidak melakukan hal-hal yang menurutku sangat konyol dan kekanakan, selama enam bulan dia selalu menaruh bunga di meja kelas.

Menempelkan memo yang berisi semua puisi karangannya sendiri. Parahnya dia selalu mengikuti kemanapun aku pergi, mengantarkanku pulang seperti yang baru saja ia lakukan. Selalu menyatakan perasaannya di manapun yang dia mau, bahkan setiap hal yang dia lakukan semuanya selalu berkaitan dengan perasaanya.

Kadang aku merasa lelah dengan semua sikap kekanakannya, sungguh aku tidak pernah berharap dan berpikir bahwa akan ada seseorang yang rela mencintaiku begitu dalam. Aku sendiri merasa ia terlalu bodoh dengan tetap mempertahankan cinta sepihaknya.

—- Be Mine —-

Udara pagi begitu segar, dengan cepat semua udara itu masuk ke ruangan bercat putih yang aku tempati, mereka menerobos masuk ketika jendela kamarku terbuka. kuedarkan pandangan kesekeliling halaman rumah yang ditumbuhi berbagai macam tanaman hias dan bunga.

Senangnya ketika melihat semua bunga-bunga yang aku tanam telah merekah di setiap tangkainya. Pandanganku terhenti saat melihat sesuatu yang berbeda di balik pagar yang menjulang hingga atas dan mempunyai atap yang mengelilingi. Hingga melindungi semua tanaman itu dari sinar matahari langsung. Terlihat seperti ada kabel listrik yang terpasang.

Dengan tergopoh aku keluar dan berharap itu hanya ilusiku semata! Namun sayangnya semua itu nyata. Jelas sekali terlihat lihat lampu-lampu kecil berwarna warni, bahkan di tengah taman kecil itu aku melihat sebuah lampion digantung membentuk kata I LOVE YOU.

Rasa tidak percaya dengan semua yang kulihat. Saat aku berbalik menuju rumah, kelihat sebuah kotak kecil berwarna putih yang terikat oleh pita merah muda.

Perlahan tanganku meraih benda persegi empat ini dan membuka pita yang menghiasnya. Isinya sebuah surat dan cincin bertahtakan berlian yang terlihat memukau, perlahan kuraih kertas yang bertuliskan untaian-untaian kata tertata rapih di dalamnya, napasku seakan tercekat ketika aku mulai membaca susunan abjad tersebut.

“Sekeras apapun Noona menyuruhku untuk pergi, aku tidak akan pernah melakukannya! Sejauh apapun Noona menghilang, aku yakin pasti akan bisa menemukannya. Bahkan sedalam apapun Noona berusaha menyakiti hati dan perasaanku semua itu tidak akan pernah ada yang sampai. Karena hatiku sepenuhnya telah menjadi milikmu, hatiku sepenuhnya telah dipenuhi oleh kasih dan sayang, cintaku bukan hanya sebuah kata-kata yang bisa diucapkan oleh semua orang. Rasa ini datang dari hati yang paling dalam bahkan sudah mendarah daging. Kau adalah nafasku dan denyut nadiku, kau seperti detak jantungku, SARANGHAEYO ijinkan aku disisimu!”

Tanpa terasa air bulir air mataku berjatuhan membasahi kertas yang mulai terjatuh dari genggaman. Rasa tidak percaya dengan semua, semakin dia mencintaiku maka rasa sakit yang kurasakan kian bertambah.

“Uljima Noona, aku mohon jangan pernah menangis! Aku tidak ingin melihat nyawa keduaku terluka! Jebal jangan terus menutup hatimu dan mengubur semua perasaanmu padaku!”

Terdengar suara yang tidak asing itu dari arah belakang, perlahan kupalingkan wajah sembab memalukan ini, untuk melihat pemilik suara indah tersebut.

Perasaanku semakin tidak terkendali, aku merasa menjadi wanita terkejam di dunia karena tidak pernah bisa menghargai semua usahanya dan selalu berkata bahwa dia tidak pernah ada, dan tidak nyata.

“Wooyoung-ssi, apa yang kau lakukan, Apa kau tidak lelah eoh? Selama enam bulan melakukan banyak hal untukku setiap hari. Apa kau tuli apa kau sudah gila, berulang kali aku katakan jangan pernah melakukan apapun lagi. Jangan pernah terus mengikuti kemanapun aku pergi. Lihatnya selama enam bulan ini apa yang kau dapat? Hanya kata-kata kasar dan perlakuan yang tidak sopan dariku.”

Aku berkata bersamaan dengan air mata yang tak kunjung berhenti untuk mengalir. Aku berharap dia pergi dari hidupku, aku tidak ingin menyakitinya lebih dalam lagi, semua ini teramat sangat menyiksa setiap kali harus bersikap kasar padanya, rasanya seperti sebagian dari hatiku ditusuk oleh ribuan benda tajam berberbentuk runcing seperti paku.

“Noona lupakan semua masa lalumu! Walaupun aku lebih muda darimu tapi aku berjanji dan aku yakin akan bisa menjagamu dengan seluruh hatiku.”

Tangan kekarnya menyentuh pundaku, membantuku berdiri dari tempatku bersimpuh dan tersedu, meluapkan semua isak tangis yang sangat menyayat hati. Semua kata-katanya kali ini diluar dugaan.

“Apa yang kau katakan wooyoung-ssi?” Tanyaku parau diiringi tatapan mata elang yang seakan-akan siap untuk menerkam mangsanya. “Noona mianhae, sebenarnya aku telah mengetahui semuanya. Mengetahui masa lalu Noona yang menyakitkan bersama orang yang dicintai. Mohon lupakan semuanya, lihat aku disini akan membalut luka itu dan menghilangkan semua rasa sakit. Semuanya akan aku ganti dengan canda tawa dan kebahagiaan, tolong beri aku kesempatan! Jangan biarkan dirimu terpuruk sendirian, berbagilah semua perasaan pedihmu denganku!”

Mendengar semua perkataannya membuatku terpaku. Tidak sanggup untuk mengeluarkan sepatah katapun. Ini semua seperti tombak yang tepat menghujam jantung menjadi orang yang begitu tega menyakiti perasaannya. Memberikan luka pada hatinya dengan cara yang kusengaja.

“Darimana kau mengetahui semua itu? Sudah tau luka di hatiku begitu dalam kenapa kau tidak menyerah saja! Aku sudah menutup rapat-rapat dan mengubur semua cinta dan perasaanku bersama dengan perginya orang yang kucintai, jadi menyerahlah!”

“Aku tidak akan pernah pergi, dan juga tidak akan pernah menyerah untuk menghidupkan kembali semua perasaan yang kau miliki, jadi jangan pernah memintaku pergi, Jangan memintaku untuk menjauh. Berikan kesempatan untuk menumbuhkan semua perasaan yang telah terkubur mati itu!”

“Mianhae, tapi aku tidak bisa jadi aku mohon pergilah dengan segera!” Aku memintanya pergi seraya menyerahkan kotak yang berisi cincin yang tadi aku temukan bersama surat darinya.

“Noona aku tidak akan pernah pergi. Semakin menyuruhku untuk menjauh, maka semakin dalam perasaanku untuk tetap menyelinap masuk ke dalam hatimu. Aku akan menyalakan sebuah cahaya indah untuk menerangi setiap ruang hatimu yang gelap.” Dia berkata lantang dan meraih pergelangan tanganku dengan lembut.

Ini pertama kalinya dia berani menyentuh ragaku secara langsung. Selama ini meski dia selalu berada di dekatku, menemani setiap langkah. Tidak pernah sekalipun dia berani menyentuh walau seujung rambut, tapi ini apa? Dia berani menggenggam tangangku.

“Cepat lepaskan tanganku!” Ucapku kasar. Menghempaskan genggaman tangannya. Namun semuanya sia-sia karena dia mencengkram terlalu kuat.

“Bukalah sedikit pintu hatimu untukku! Biarkan aku menyembuhkan semua luka dan kepedihan. Akan aku berikan cahaya terang di setiap sudut hatimu.”

“AKU BILANG PERGI!!!” Suaraku naik beberapa oktaf; memintanya pergi dengan semua sisa tenaga yang aku miliki. Tubuh ini masih tetap setia membelakangi wajahnya yang tengah memohon.

“Akan aku tumbuhkan keindahan dan kebahagiaan di sana. Akan kuhapus semua beban penderiataan yang selama ini telah Noona rasakan, tu janjiku!”

Aku berlalu dengan cepat setelah dia melonggarkan genggamannya. Menutup pintu dengan kasar. Tubuh yang sudah tidak sanggup menahan semua tangisan ini tersungkur di balik pintu mengeluarkan semua beban pedih yang terasa mencekam.

“Mianhae, Wooyoung-ssi aku tidak pantas untukmu. Mianhae karena aku terlampau jauh menyakitimu, kenapa kau tidak pergi? Kenapa kau masih bertahan menjadi penguntit setiaku?”

Gumamku di sela isak tangis yang semakin dalam. Rasa tak kuasa melihatnya terus terluka oleh semua perlakuan dan perkataan yang aku lontarkan.

—- Be Mine —-

Mungkin manusia akan selalu mempunyai batas kesabaran, tetapi semua itu tidak berlaku untuk seorang pria bernama Jang Wooyoung. Dia begitu tekun dan sabar menghadapi wanita yang sangat dicintainya, bahkan ketika wanita itu melontarkan perkataan kasar dan memintanya untuk menjauh dan pergi.

Baginya selama wanita yang dia cintai itu masih bisa memaki dan menyuruhnya untuk pergi itu masih membuatnya bahagia, membuatnya masih merasa ada dan dianggap. Tapi dia akan sangat terluka dan kecewa jika wanita itu tidak mau lagi memaki dan memarahinya. semua perkataan yang terlontar dari bibir indah wanita pujaanya, semua itu akan selalu terasa indah dan manis untuk di dengar.

Enam bulan sudah dia hanya mendapatkan perlakuan yang sama. Meski begitu dia bahagai karena hingga detik ini wanita itu masih sering memarahi dan memintanya untuk pergi.

Kadang orang bilang cinta itu buta, tapi bagi Wooyoung itu semua memang benar. Bahkan orang di sekelilingnya selalu berpikir bahwa dia telah gila dan dibutakan oleh cinta. Menurutnya memang itulah kenyataan yang tengah ia rasakan.

Dia memang telah di butakan oleh cintanya, rasa itu telah berhasil merasuk ke dalam jiwa, semenjak dirinya mengenal Raeki. Merasakan hal aneh karena setiap saat wanita itu selalu ada dalam ingatannya dan tidak mau beranjak.

Hingga tanpa ia sadari bahwa cintanya terhadap wanita itu telah mendarah daging di sekujur tubuh. Rasanya sangat mustahil untuk membunuh perasaan yang telah menguasai seluruh organ vitalnya.

Entah kemana hilangnya rasa perih dan sakit hati, mungkin semua itu telah terkubur mati oleh perasaan cinta dan sayangnya yang begitu tulus.

Seiring waktu berlalu tanpa lelah dan jengah dia masih tetap pada pendirian; mempertahankan cinta sepihak yang membelenggunya tanpa mampu dia lepaskan.

“Noona, aku pasti akan mendapatkanmu!” Wooyoung bergumam sendiri sebelum dirinya menuju alam mimpi. Hanya kata-kata itu yang menjadi cambuk untuk selalu terus mempunyai semangat setiap hari. Percaya bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk mendapatkan hati Raeki.

—- Be Mine —-

Tanpa lelah pemuda itu masih setia mengikuti setiap langkah pujaan hatinya, meskipun di mata wanita itu dia seolah tidak pernah ada, namun baginya itu semua itu bukanlah masalah.

Dengan santai dia mengekor berjalan di belakang melewati zebra cross ketika lampu merah menyala, jarak tubuhnya dengan wanita itu saat ini hanya lima meter, dengan tenang dia memandang punggung wanita tercintanya yang tetap terlihat mempesona meski dilihat dari arah belakang.

Namun seketika dia terhenyak saat menyadari ada mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Diikuti sirine mobil polisi yang memekik, dengan jelas terlihat bahwa mobil itu semakin mengarah pada gadis pujaannya.

Bahkan dia bisa memastikan jika wanita itu tidak menyadari ada bahaya yang tengah mengancam keselamatannya.

Tanpa berpikir panjanga Wooyoung medorong tubuh Raeki dengan sekuat tenga. Gadis itu selamat namun sebagai gantinya kini tubuh Wooyoung terpetal jauh dari tempatnya semula. Kepalanya membentur aspal pembatas jalan, disela kesakitannya ia merasa tenang setidaknya wanita itu selamat dan bahaya.

Raeki yang tersungkur karena didorong oleh Wooyoung seketika berteriak histeris. Tatkala iris matanya melihat tubuh Wooyoung terpetal jauh dan bersimbah darah.

Tubuhnya berlari dengan sisa tenaga yang masih dimiliki, kejadian yang baru saja terjadi di hadapannya itu sudah cukup mebuat seluruh tubuhnya lemah tak berdaya. “Wooyoung-ssi, ireona!” Ditepuknya wajah Wooyoung agar pria itu membuka mata. Tapi semua usahanya tidak membuahkan hasil.

Wooyoung sudah tidak sadarkan diri, seluruh pakaian yang Rae Ki kenakan telah terlumuri darah yang mengalir deras dari kepala dan wajah pemuda tampan itu. 15 menit berselang mobil Ambulans datang, orang-orang yang tadi berkerumun membantu mengangkat tubuh Wooyoung yang mulai kehilangan banyak darah.

Saat di dalam Ambulans Wooyoung tersadar, dia mendapati Raekii yang tengah menangisi dirinya. “Noona, gwaenchana?” Wooyoung bertanya denga suara yang terbata-bata.

“Namja paboe! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau lakukan ini semua?! kenapa kau melukai dirimu hanya untuk melindungiku?!” Racau Rae Ki yang tidak dapat mengerti jalan pikiran Wooyoung. Disaat dia sekarat bagaimana mungki dia masih menyakan keadaan dirinya yang baik-baik saja.

“Noona, saranghae.” kata ini yang menjadi jawaban Wooyoung setelah mendengar pertanyaan Rae Ki barusan, setelah itu perlahan pandangan Wooyoung kembali memudar; semua mulai tidak tampak hingga akhirnya berubah menjadi gelap. Wooyoung kembali tidak sadarkan diri.

Tubuh lemah itu langsung dibawa menuju ruang ICU, dengan resah Raeki menunggu ditemani air mata yang mengalir deras di pipi mulusnya.

Yang ada dalam benaknya adalah ia harus segera memberitahu keluarga Wooyoung. Raeki mencari kontak nama keluarga Wooyoung di ponsel berlogo apple milik pria itu. Tidak butuh waktu lama sambungan itu menjadi perbincangan yang mengharukan.

Terdengar jelas suara isak tangis di seberang telpon, sepertinya Wooyoung Eomma sangat shock mendapat kabar bahwa anak kesayangan satu-satunya kini tengah terbujur di ruang ICU.

Tidak sampai setengah jam keluarga Wooyoung sudah berada didepan ruangan yang sama. Terlihat jelas Wooyoung Eomma sepertinya sangat marah ketika mengetahui bahwa yang menjaga anaknya adalah Raeki.

“Apa yang kau lakukan disini? Jangan katakan Wooyoung seperti ini karena melindungimu?” Wanita yang masih terlihat muda dari umurnya itu tengah bekacak pinggang dan menatap Raeki tajam; seolah dia ingin menerkam gadis yang ada di hadapannya kini.

“Mianhae, semua memang salahku,” Raeki berkata di sela isak tangis. Ny. Jang yang mendengar itu tanpa di duga dia mendaratkan lima jarinya di wajah mulus Raeki. “Kalau sampai terjadi apa-apa dengan anakku, kupastikan hidupmu akan jauh lebih menderita dari sebelumnya!” Ny. Jang berkata dengan wajah mengkilat marah. Setelah ia puas memaki dia berlalu pergi dengan wajah yang mendongak angkuh penuh amarah.

Setelah dia jauh dari ruangan ICU, Ny. Jang segera mengambil benda persegi empat berwarna putih, dengan cekatan tangannya menekan beberapa nomor yang sudah terekam di kepalanya.

“Apa yang kalian lakukan?! Aku minta kalian untuk menghabisi anak sialan itu! Kenapa kalian malah mencelakai anakku?! Kalau sampai terjadi sesuatu padanya akan kupastikan keluarga kalian menderita di tanganku!” Ancam Ny. Jang kepada sesorang di seberang telpon.

Ketika dia hendak kembali ke ruang ICU tanpa sengaja matanya menangkap siluet suaminya yang tengah berjalan menuju ruangan tempat Wooyoung dirawat. Dengan cepat Ny. Jang menahan suaminya dan berusaha mengalihkan perhatian dari ruangan tersebut.

“Yeobo, apa yang kau lakukan? Aku ingin melihat keadaan anak kita, kenapa kau menahanku?” Tuan Jang tidak mengerti dengan perubahan sikap istrinya, menurutnya sikap wanita itu sedikit, aneh tidak seperti biasanya.

“Anni, sebaiknya kita cari makan dulu, tadi aku dari sana kata Dokter mereka akan melakukan operasi, jadi sebaiknya kau makan dulu! Aku tidak ingin sampai kau sakit,” Ny. Jang terus berusaha membujuk dan seolah dia tengah pengertian. Hingga akhirnya Tuan Jang menurut dan mereka makan bersama di kantin Rumah sakit.

Saat acara makan itu hampir selesai, Tuan Jang mendapat telpon dari sekertarisnya dan dia ada urusan penting yang sangat mendesak. Dia tidak bisa menunggu hingga operasi itu selesai. Meski sesungguhnya dia ingin menunggu hingga Wooyoung siuman.

Sementara itu Raeki masih setia menunggu di depan ruang yang membuat jantungnya terasa seolah diremas. Pikirannya terus bertanya kenapa Wooyoung Eomma begitu membencinya. Meski dia sadar selama ini telah menyakiti pria itu, tapi hati kecilnya berbisik bahwa Wooyoung Eomma tidak menyukainya karena alasan lain.

“Gadis bodoh, cepat pergi dari sini! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi. Mulai saat ini jangan pernah menunjukan wajahmu di hadapan keluarga kami, terutama di hadapan putraku!” Pekik Ny. Jang sehingga menimbulkan suara sedikit gaduh.

“Maaf, saya akan pergi tapi tolong ijinkan saya untuk di menunggu di sini hingga Wooyoung melewati masa kritisnya!” Raeki terus memohon agar permintaanya dikabulkan.

“Cepat pergi! Jangan harap kau bisa melihatnya lagi.” Ny. Jang berteriak dengan lantang, hingga salah satu suster yang mendengar teriakannya datang lalu mengingatkan bahwa saat ini mereka sedang di rumah sakit dan harus menjaga ketertiban umum.

Dengan pasrah akhirnya Raeki memilih mengalah dan pergi, saat tubuhnya mulai melangkah samar-samar dia masih menangkap gumaman Ny. Jang.

“Kenapa bukan anak sialan itu yang mati, kenapa harus putraku yang menjadi korban?” Ny. Jang nampak emosi. Ia meremas kamar ponsel yang yang berada dalam genggamannya.

Sepanjang perjalanan pulang perkataan Ny. Jang yang tadi didengar Raeki selalu terngiang dan terekam jelas dalam benaknya. Sebenarnya dia sangat ingin menemani Wooyoung melewati masa kritis, tapi Ny. Jang bersikeras menyuruhnya pergi menjauh. Seolah dirinya hanyalah sampah yang tidak berguna.

—— Be Mine ——

Tepat saat hari ke dua semenjak Wooyoung kecelakaan, Raeki memutuskan untuk menjenguk pria malang itu. Sekalipun Ny. Jang mengusir dan memaki dia bertekad tidak akan memperdulikannya lagi.

Terlalu sesak baginya untuk menahan semua perasaan dan rasa khawatir yang mendera. Walau bagaimanapun Wooyoung selama ini selalu berada di dekatnya dan selalu mengisi hampir seluruh harinya. Dua hari ini Rae Ki seakan kehilangan nyawanya sendiri.

Ternyata hidup tanpa melihat wajah polis pria itu membuatnya sulit bernafas. Kini dia mulai menyadari bahwa kehadiran Wooyoung teramat sangat berarti.

Sesampainya di rumah sakit Raeki segera menuju Receptionis untuk menanyakan kamar rawat inap yang Wooyoung tempati.

“Mianhae Agasshi tapi pasien yang bernama Jang Wooyoung semalam sudah dipindahkan oleh keluarganya ke rumah sakit lain.”

Seketika jantung raeki seolah diremas hingga tidak berbentuk. Hatinya semakin sakit ketika mendapati bahwa pria yang selalu mengikutinya kemana-mana kini telah pergi. Pihak rumah sakit tidak ada yang bersedia memberitahukan di mana keberadaanya.

Raeki terlambat menyadari perasaanya yang telah tumbuh, setelah pria itu pergi hatinya seakan ikut dicabut paksa dari raganya. Dia tidak mampu untuk menahan cairan hangat yang mengalir dari sudut matanya.

To Be Continued……..

6 thoughts on “Be Mine [1]

  1. bener2 feel nya dpet bgt eoon,,
    huaaa so sweet bgt wooyoung wlaupun udh dtolk mntah2 tpi ttep aja kuaat,, huaaa mau pesen dong eon cowo kya wooyoung gitu hckckckcck.. Klo aku jd raeki pasti nerima lngsung tuh wooyoung whhehehe,, eon di wp ini blum ada library nya kaah?

    • Saeng sebenernya ini ff romance pertama n hampir setengah dari ceriat itu adalah asli mimpi eon yang dikejar sama Wooyoung sampe begitu.

      Cuman makin ke bawah eon kasih perubahan alur, n eon jadiin 2 Shoot.

      Ada saeng cari di menu disana udah ada librarynya. Cuman kalau OL di hape harus jeli seoalnya tulisannya tersama sama tulisan lain wkwkwk.
      Mian nyusahin, kalau gak fokus pasti tulisannya susah ketemu.

Leave a comment